Jumat, 21 November 2014

Si Pengong Menertawakan Tuhan.

 Oleh : Hudy Majnun

Ngapain kamu ke masjid tapi kamu masih mabuk-mabukan?. Kikit melemparkan pertanyaan itu ketika Soir baru saja datang dari masjid, untuk solat jum’at. Karena hari itu memang hari jum’at. Tidak mungkin solat Jum’at dilaksanakan dihari selain Jum’at. Itu menandakan ada sesuatu yang spesial pada hari Jum’at, dalam Agama Islam. Malam Jum’at merupakan malam yang mustajab, artinya ketika kita berdoa dengan sungguh-sungguh, maka do’a kita akan cepat terkabulkan. Katanya. Itu masalah kepercayaan/keyakinan, terserah kalian mau mempercayainya atau tidak. Tapi ketika kamu tidak mempercayainya, bersiaplah untuk sedikit dikritik oleh orang yang paham Agama Islam. Biasanya mereka bilang begini “ilmumu belum sampai kesana”.
Soir hanya tidak menghiraukan pertanyaan Kikit yang sedang asik tidur-tiduran di depan TV kontrakannya. Soir langsung ke kamarnya untuk melepas sarung dan memakai celana. Saat berada di kamarnya, Soir masih kepikiran tentang pertanyaan Kikit tadi. Setelah celana terpasang Soir mendapatkan ide untuk menjawab pertanyaan itu, ia pergi ke depan TV untuk menjawab pertanyaan Kikit yang sedikit membuatnya jengkel. “Kit, Agar Tuhan dan setan tetap hidup” sambar Soir dengan nada agak wibawa. “maksute(maksudnya)?” sahut Kikit dengan mengerutkan dahinya. “hahaha, sudahlah nanti kehidupanmu akan menjelaskannya” jawab Soir. Percakapan berhenti sampai disitu. kemudian mereka meneruskan percakapan dengan hal-hal yang tidak penting, misalnya membahas tugas kuliah,  jadwal UAS, dan sebagainya. Sambil berbincang, mereka menyalakan PS untuk bermain game perang. “Nanti kamu juga akan menemukan sifat Tuhan dan setan disini” kata Soir, sambil menembaki musuh-musuh dalam geme itu. “kok bisa” tanya Kikit. “ya bisa saja, menembaki musuh itu kan sifat setan, sedangkan menolong sandera itu sifat Tuhan. Mikeerr!” jawab Soir dengan sedikit mengejek Kikit. Kikit semakin bingung dengan penyataan Soir, akhirnya Kikit pun menjadi pengong. Pengong itu berada di atas bingung. Artinya orang yang kebingungan, karena bingung ia melakukan hal-hal yang aneh seperti membuat kesalahan-kesalahan konyol. Kata temanku sih begitu.
Di jalan depan kontrakan Soir terdengar suara “ting, ting, ting”. Itu suara mangkok yang dipukul pelan dengan sendok. “bakso lee” suara si bapak tukang bakso menawarkan dengan sedikit melas baksonya. Soir dan Kikit tidak menjawab. Kikit sudah memutuskan untuk tidak menjawab atau mempertanyakan peryataan Soir lagi. Tetapi, peryataan Soir tadi masih membuat Kikit yang pengong penasaran. Ketika Soir dan Kikit sedang ngopi bersama beberapa temannya, Soir menambah ke-pengongan Kikit dengan pertanyaan baru.
“Kit, kapan ya kita tidak boleh mengingat Tuhan?”
“yo.. saat kamu berak” jawab Kikit.
 “Loh kenapa kok tidak boleh?”
Karena Kikit tidak mempunyai jawaban yang logis, kemudian ia menjawab dengan jawaban yang konyol, tapi itu membuat semua teman-temannya yang mendengarkan tertawa. Sayangnya, itu semakin menunjukkan ke-pengongan Kikit. “Ya gak boleh dong, kalau kamu ingat Tuhan saat berak, nanti kamu bisa lupa buat cebok. Hahaha...” jawab Kikit dengan tulus. Soir pun ikut tertawa terbahak saja. Dua teman ngopi mereka tidak tahan untuk melayangkan tangannya ke kepala Kikit. Kepala Kikit pun menjadi sasaran empuk untuk di suing, tapi Kikit tidak marah meskipun lumayan sakit, karena itu hanya bercanda.
Malam berikutnya adalah malam Minggu. Malam yang biasanya digunakan untuk berkencan dengan pasangan masing-masing. Tapi karena Soir dan Kikit belum laku, mereka memutuskan untuk ngopi lagi di warung pinggir jalan, sambil menikmati cewek-cewek berlalu lalang dengan pakaian sexy. Sesekali mereka juga menggoda dengan memanggil “mbak, mbak, mbak” dan ketika cewek itu menoleh, ia memalingkan muka dengan melihat objek lain dan meneruskan panggilan “mbak Kikit/Soir, dari mana ?”. Itu kelakuan nakal mereka karena tak bisa menikmati malam minggu bersama seorang kekasih. Beberapa saat kemudian datang dua teman mereka yang lain, Pono dan Liyu. Mereka punya pacar, namun berada di luar kota. Kalau malam minggu nasib mereka juga sama seperti Soir dan Kikit.
“butuh yang anget-anget ini” kata Liyu. Anget-anget itu bukan berarti duduk dekat api, atau menikmati tubuh ayam kampus. Anget-anget yang dimaksud adalah minum minuman keras. Keras bukan berarti batu, tapi minuman berarkohol yang memabukkan. Soir dan Kikit pun tidak pikir panjang untuk menerima ajakan Liyu. Kemudian mereka melanjutkan obrolan di kontrakan Soir, dengan di temani dua bocil (arak) oplosan. Gelas digunakan bergiliran, obrolan-obrolan konyol pun terjadi, maklum mereka sudah setengah mabuk. Tiba-tiba Kikit si pengong berkata “bismillah” kemudian meneguk segelas bocil. “ohh,, dasar pengong, pengong” sahut 3 teman Kikit. Kikit hanya tertawa. Kikit jadi teringat percakapan malam kemarin ketika ngopi bersama Soir dan teman-teman. “kapan kita tidak boleh mengingat Tuhan”. Pertanyaan itu Kikit lontarkan kepada tiga temannya. Pono dan Liyu tidak setuju kalau dalam keadaan mabuk kita menyebut nama Tuhan, karena mereka sedang dalam keadaan yang najis oleh minuman keras. Soir sedikit tidak setuju dengan pendapat itu. “hati atau ingatan kita tidak bisa dilarang/dicegah untuk mengingat Tuhan, dalam keadaan apapun”, sahut Soir.
Menurut Soir, Tuhan itu identik dengan segala kebaikan, bukan keburukan seperti yang mereka lakukan. Jadi ketika mereka mengingat Tuhan mereka akan berbuat baik, mereka tidak akan mabuk-mabukan seperti itu. Sedangkan segala keburukan itu identik dengan sifat-sifat setan. Tetapi yang terjadi mereka mengingat Tuhan dalam keadaan mabuk(buruk) dan mereka tetap meneruskan minum. “hahahaha...” mereka berempat hanya tertawa-tawa meskipun apa yang mereka bicarakan sedikit seriuz. Minuman tinggal sedikit lagi, satu tegukan tarakhir untuk Kikit dan porsinya sedikit lebih banyak daripada yang lain. Hal itu membuat Kikit tambah pengong. Minuman habis, pas ketika adzan subuh berkumandang di masjid dekat kontrakan Soir. Kontrakan Soir ke masjid hanya berjarak sekitar 200 meter, jadi suara adzan cukup keras terdengar. Mereka semua tidur senyenyak mati di depan TV, jelas karena pengaruh minuman itu.
Ketika adzan Duhur berkumandang, mereka baru bangun dengan muka dan baju yang berantakan. Pono dan Liyu langsung bergegas pulang untuk melanjutkan tidur di tempat mereka msing-masing. Soir dan Kikit hanya duduk di depan TV, dengan kepala yang masih pusing. Soir mendengar suara Adzan duhur dan ia masih menjawabnya. Pasti kalian mengerti bagaimana jawaban adzan. Setelah adzan selesai, tiba-tiba ada suara musik di depan kontrakan mereka. Lagu yang dibawakan cukup terkenal, judulnya “kelangan” lagu banyuwangi. Musik yang mengiringi lagu itu sedikit kacau, karena alat yang digunakan hanya gitar biasa dan gitar kecruk yang hanya mempunyai 3 senar. “pengamen” dalam hati Soir.  Melihat ada uang 5 ribu di depan TV, sisa pembelian minuman semalam, Soir langsung mengambil dan memberikannya pada pengamen tersebut. “terimakasih mas” kata pengamen tersebut dengan bahagia. “sama-sama” sahut Soir dengan senyuman tulus dan haru.
Kikit membersihkan botol-botol minuman itu dan menyimpannya. Tempat kontrakan Soir dan Kikit memang sering digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, tidak hanya untuk minum, tapi diskusi, belajar bersama, dll. Kontrakannya hanya ada 2 kamar yang cukup sempit. 1 kamar mandi dan dapur. Botol-botol bekas minuman keras terkumpul cukup banyak, karena seringkali teman-temannya minum di kontrakan mereka. Ketika ada pemulung lewat atau memunguti sampah di depan kontrakan, Soir atau Kikit memberikan botol-botol minuman itu. Botol-botol itu senaja mereka kumpulkan untuk diberikan kepada pemulung yang lewat. Mereka tidak pernah berpikir bahwa hal itu adalah perbuatan baik. Mereka hanya melakukan dengan tulus, tanpa maksud apa-apa. Di lain sisi pemulung itu akan sangat berterimakasih kepada Soir dan Kikit, karena memulung dan mengumpulkan botol-botol adalah pekerjaan mereka untuk menafkahi keluarga  di rumah. Soir tidak pernah menyadari hal itu.
Soir dan Kikit jarang sekali datang ke masjid untuk solat, meskipun masjid cukup dekat. Oya, Kikit ini laki-laki bukan perempuan, berusia 20 tahun, mungkin beragama Islam. Kalau Soir tentu laki-laki, karena dia telah hidup pada tulisan saya sebelumnya. Soir Juga beragama Islam dan dia tidak pernah pindah agama. Tapi, begitulah kelakuannya. Kadang ia ikut jum’atan dan kadang ikut mabuk-mabukan. Karena Soir berpikir bahwa di dalam manusia ada sifat Tuhan dan sifat setan. Baik dan buruk itu selalu bersanding dalam kehidupan. Soir sedang asik melamun di kursi ruang tamu, dengan berbagai pikiran, tiba-tiba “doarrrr” kikit mengagetkannya dari belakang. “Jiiaanncookkk” kaget Soir. Kikit hanya tertawa, karena ia tau kata-kata itu bukan berasal dari kebencian, tapi karena kebiasaan mereka saat bercanda. Pikiran Soir buyar. “ayo makan” ajak Kikit. “dimana?” jawab Soir. “di hatimu.. wkwkwkwk...”. tanpa tambahan basa-basi mereka berangkat ke warung langganan mereka. Sebenarnya kalau sore hari Soir sudah tau harus makan di warung mana, itu sudah jadi langganan mereka. Biasanya, ketika di warung mereka memesan es degan, “sebagai panawar sisa mabuk semalam” kata Kikit.
Sambil makan mereka berbincang-bincang atau omong-omongan. Kikit ternyata masih ingat dengan pertanyaan yang belum  Soir jawab Jum’at kamarin. Kemudian ia bertanya lagi pada Soir. “Ir, kenapa kamu masih mabuk-mabukan, kan kamu juga sering solat?” tanya Kikit. “ ya biar Tuhan dan setan tetap hidup” jawab Soir dengan sepele. “iya, nasi enak ini” sahut Kikit dengan sedikit ngambek, karena Kikit si pengong, masih belum sembuh dari ke-pengongannya. Ditambah mabuk semalam ia makin pengong, apalagi untuk memikirkan hal serumit itu. “hahaha” tambah Soir. Karena makanan dan minuman sudah habis, mereka menjenguk si Pono dan Liyu dengan membawakan es degan dan dua nasi bungkus.  Soir tau kalau mereka sudah tidak ada uang lagi, uang mereka dihabiskan untuk beli minuman semalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar