Ngapain kamu
ke masjid tapi kamu masih mabuk-mabukan?. Kikit melemparkan pertanyaan itu
ketika Soir baru saja datang dari masjid, untuk solat jum’at. Karena hari itu
memang hari jum’at. Tidak mungkin solat Jum’at dilaksanakan dihari selain
Jum’at. Itu menandakan ada sesuatu yang spesial pada hari Jum’at, dalam Agama
Islam. Malam Jum’at merupakan malam yang mustajab, artinya ketika kita berdoa
dengan sungguh-sungguh, maka do’a kita akan cepat terkabulkan. Katanya. Itu
masalah kepercayaan/keyakinan, terserah kalian mau mempercayainya atau tidak.
Tapi ketika kamu tidak mempercayainya, bersiaplah untuk sedikit dikritik oleh
orang yang paham Agama Islam. Biasanya mereka bilang begini “ilmumu belum
sampai kesana”.
Soir hanya
tidak menghiraukan pertanyaan Kikit yang sedang asik tidur-tiduran di depan TV
kontrakannya. Soir langsung ke kamarnya untuk melepas sarung dan memakai
celana. Saat berada di kamarnya, Soir masih kepikiran tentang pertanyaan Kikit
tadi. Setelah celana terpasang Soir mendapatkan ide untuk menjawab pertanyaan
itu, ia pergi ke depan TV untuk menjawab pertanyaan Kikit yang sedikit
membuatnya jengkel. “Kit, Agar Tuhan dan setan tetap hidup” sambar Soir dengan
nada agak wibawa. “maksute(maksudnya)?”
sahut Kikit dengan mengerutkan dahinya. “hahaha, sudahlah nanti kehidupanmu
akan menjelaskannya” jawab Soir. Percakapan berhenti sampai disitu. kemudian mereka
meneruskan percakapan dengan hal-hal yang tidak penting, misalnya membahas
tugas kuliah, jadwal UAS, dan
sebagainya. Sambil berbincang, mereka menyalakan PS untuk bermain game perang.
“Nanti kamu juga akan menemukan sifat Tuhan dan setan disini” kata Soir, sambil
menembaki musuh-musuh dalam geme itu. “kok bisa” tanya Kikit. “ya bisa saja,
menembaki musuh itu kan sifat setan, sedangkan menolong sandera itu sifat Tuhan.
Mikeerr!” jawab Soir dengan sedikit mengejek Kikit. Kikit semakin bingung
dengan penyataan Soir, akhirnya Kikit pun menjadi pengong. Pengong itu berada di atas bingung. Artinya orang yang
kebingungan, karena bingung ia melakukan hal-hal yang aneh seperti membuat
kesalahan-kesalahan konyol. Kata temanku sih begitu.
Di jalan
depan kontrakan Soir terdengar suara “ting, ting, ting”. Itu suara mangkok yang
dipukul pelan dengan sendok. “bakso lee” suara si bapak tukang bakso menawarkan
dengan sedikit melas baksonya. Soir dan Kikit tidak menjawab. Kikit sudah
memutuskan untuk tidak menjawab atau mempertanyakan peryataan Soir lagi.
Tetapi, peryataan Soir tadi masih membuat Kikit yang pengong penasaran. Ketika Soir dan Kikit sedang ngopi bersama
beberapa temannya, Soir menambah ke-pengongan
Kikit dengan pertanyaan baru.
“Kit, kapan
ya kita tidak boleh mengingat Tuhan?”
“yo.. saat
kamu berak” jawab Kikit.
“Loh kenapa kok tidak boleh?”
Karena
Kikit tidak mempunyai jawaban yang logis, kemudian ia menjawab dengan jawaban
yang konyol, tapi itu membuat semua teman-temannya yang mendengarkan tertawa.
Sayangnya, itu semakin menunjukkan ke-pengongan
Kikit. “Ya gak boleh dong, kalau kamu ingat Tuhan saat berak, nanti kamu
bisa lupa buat cebok. Hahaha...” jawab Kikit dengan tulus. Soir pun ikut
tertawa terbahak saja. Dua teman ngopi mereka tidak tahan untuk melayangkan
tangannya ke kepala Kikit. Kepala Kikit pun menjadi sasaran empuk untuk di suing, tapi Kikit tidak marah meskipun
lumayan sakit, karena itu hanya bercanda.
Malam
berikutnya adalah malam Minggu. Malam yang biasanya digunakan untuk berkencan
dengan pasangan masing-masing. Tapi karena Soir dan Kikit belum laku, mereka
memutuskan untuk ngopi lagi di warung pinggir jalan, sambil menikmati
cewek-cewek berlalu lalang dengan pakaian sexy. Sesekali mereka juga menggoda
dengan memanggil “mbak, mbak, mbak” dan ketika cewek itu menoleh, ia
memalingkan muka dengan melihat objek lain dan meneruskan panggilan “mbak
Kikit/Soir, dari mana ?”. Itu kelakuan nakal mereka karena tak bisa menikmati
malam minggu bersama seorang kekasih. Beberapa saat kemudian datang dua teman
mereka yang lain, Pono dan Liyu. Mereka punya pacar, namun berada di luar kota.
Kalau malam minggu nasib mereka juga sama seperti Soir dan Kikit.
“butuh yang
anget-anget ini” kata Liyu. Anget-anget itu bukan berarti duduk dekat api, atau
menikmati tubuh ayam kampus. Anget-anget yang dimaksud adalah minum minuman
keras. Keras bukan berarti batu, tapi minuman berarkohol yang memabukkan. Soir
dan Kikit pun tidak pikir panjang untuk menerima ajakan Liyu. Kemudian mereka
melanjutkan obrolan di kontrakan Soir, dengan di temani dua bocil (arak)
oplosan. Gelas digunakan bergiliran, obrolan-obrolan konyol pun terjadi, maklum
mereka sudah setengah mabuk. Tiba-tiba Kikit si pengong berkata “bismillah” kemudian meneguk segelas bocil. “ohh,,
dasar pengong, pengong” sahut 3 teman
Kikit. Kikit hanya tertawa. Kikit jadi teringat percakapan malam kemarin ketika
ngopi bersama Soir dan teman-teman. “kapan kita tidak boleh mengingat Tuhan”.
Pertanyaan itu Kikit lontarkan kepada tiga temannya. Pono dan Liyu tidak setuju
kalau dalam keadaan mabuk kita menyebut nama Tuhan, karena mereka sedang dalam
keadaan yang najis oleh minuman keras. Soir sedikit tidak setuju dengan
pendapat itu. “hati atau ingatan kita tidak bisa dilarang/dicegah untuk
mengingat Tuhan, dalam keadaan apapun”, sahut Soir.
Menurut
Soir, Tuhan itu identik dengan segala kebaikan, bukan keburukan seperti yang
mereka lakukan. Jadi ketika mereka mengingat Tuhan mereka akan berbuat baik,
mereka tidak akan mabuk-mabukan seperti itu. Sedangkan segala keburukan itu
identik dengan sifat-sifat setan. Tetapi yang terjadi mereka mengingat Tuhan
dalam keadaan mabuk(buruk) dan mereka tetap meneruskan minum. “hahahaha...”
mereka berempat hanya tertawa-tawa meskipun apa yang mereka bicarakan sedikit
seriuz. Minuman tinggal sedikit lagi, satu tegukan tarakhir untuk Kikit dan
porsinya sedikit lebih banyak daripada yang lain. Hal itu membuat Kikit tambah pengong. Minuman habis, pas ketika adzan
subuh berkumandang di masjid dekat kontrakan Soir. Kontrakan Soir ke masjid
hanya berjarak sekitar 200 meter, jadi suara adzan cukup keras terdengar.
Mereka semua tidur senyenyak mati di depan TV, jelas karena pengaruh minuman
itu.
Ketika
adzan Duhur berkumandang, mereka baru bangun dengan muka dan baju yang
berantakan. Pono dan Liyu langsung bergegas pulang untuk melanjutkan tidur di
tempat mereka msing-masing. Soir dan Kikit hanya duduk di depan TV, dengan
kepala yang masih pusing. Soir mendengar suara Adzan duhur dan ia masih
menjawabnya. Pasti kalian mengerti bagaimana jawaban adzan. Setelah adzan
selesai, tiba-tiba ada suara musik di depan kontrakan mereka. Lagu yang
dibawakan cukup terkenal, judulnya “kelangan”
lagu banyuwangi. Musik yang mengiringi lagu itu sedikit kacau, karena alat yang
digunakan hanya gitar biasa dan gitar kecruk yang hanya mempunyai 3 senar.
“pengamen” dalam hati Soir. Melihat ada
uang 5 ribu di depan TV, sisa pembelian minuman semalam, Soir langsung
mengambil dan memberikannya pada pengamen tersebut. “terimakasih mas” kata
pengamen tersebut dengan bahagia. “sama-sama” sahut Soir dengan senyuman tulus
dan haru.
Kikit
membersihkan botol-botol minuman itu dan menyimpannya. Tempat kontrakan Soir
dan Kikit memang sering digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, tidak
hanya untuk minum, tapi diskusi, belajar bersama, dll. Kontrakannya hanya ada 2
kamar yang cukup sempit. 1 kamar mandi dan dapur. Botol-botol bekas minuman
keras terkumpul cukup banyak, karena seringkali teman-temannya minum di
kontrakan mereka. Ketika ada pemulung lewat atau memunguti sampah di depan
kontrakan, Soir atau Kikit memberikan botol-botol minuman itu. Botol-botol itu
senaja mereka kumpulkan untuk diberikan kepada pemulung yang lewat. Mereka
tidak pernah berpikir bahwa hal itu adalah perbuatan baik. Mereka hanya
melakukan dengan tulus, tanpa maksud apa-apa. Di lain sisi pemulung itu akan
sangat berterimakasih kepada Soir dan Kikit, karena memulung dan mengumpulkan
botol-botol adalah pekerjaan mereka untuk menafkahi keluarga di rumah. Soir tidak pernah menyadari hal
itu.
Soir dan
Kikit jarang sekali datang ke masjid untuk solat, meskipun masjid cukup dekat.
Oya, Kikit ini laki-laki bukan perempuan, berusia 20 tahun, mungkin beragama
Islam. Kalau Soir tentu laki-laki, karena dia telah hidup pada tulisan saya
sebelumnya. Soir Juga beragama Islam dan dia tidak pernah pindah agama. Tapi,
begitulah kelakuannya. Kadang ia ikut jum’atan dan kadang ikut mabuk-mabukan.
Karena Soir berpikir bahwa di dalam manusia ada sifat Tuhan dan sifat setan.
Baik dan buruk itu selalu bersanding dalam kehidupan. Soir sedang asik melamun di
kursi ruang tamu, dengan berbagai pikiran, tiba-tiba “doarrrr” kikit
mengagetkannya dari belakang. “Jiiaanncookkk” kaget Soir. Kikit hanya tertawa,
karena ia tau kata-kata itu bukan berasal dari kebencian, tapi karena kebiasaan
mereka saat bercanda. Pikiran Soir buyar. “ayo makan” ajak Kikit. “dimana?”
jawab Soir. “di hatimu.. wkwkwkwk...”. tanpa tambahan basa-basi mereka
berangkat ke warung langganan mereka. Sebenarnya kalau sore hari Soir sudah tau
harus makan di warung mana, itu sudah jadi langganan mereka. Biasanya, ketika di
warung mereka memesan es degan, “sebagai panawar sisa mabuk semalam” kata
Kikit.
Sambil
makan mereka berbincang-bincang atau omong-omongan. Kikit ternyata masih ingat
dengan pertanyaan yang belum Soir jawab
Jum’at kamarin. Kemudian ia bertanya lagi pada Soir. “Ir, kenapa kamu masih
mabuk-mabukan, kan kamu juga sering solat?” tanya Kikit. “ ya biar Tuhan dan
setan tetap hidup” jawab Soir dengan sepele. “iya, nasi enak ini” sahut Kikit
dengan sedikit ngambek, karena Kikit si pengong,
masih belum sembuh dari ke-pengongannya.
Ditambah mabuk semalam ia makin pengong,
apalagi untuk memikirkan hal serumit itu. “hahaha” tambah Soir. Karena makanan
dan minuman sudah habis, mereka menjenguk si Pono dan Liyu dengan membawakan es
degan dan dua nasi bungkus. Soir tau kalau
mereka sudah tidak ada uang lagi, uang mereka dihabiskan untuk beli minuman
semalam.