Jumat, 21 November 2014

Si Pengong Menertawakan Tuhan.

 Oleh : Hudy Majnun

Ngapain kamu ke masjid tapi kamu masih mabuk-mabukan?. Kikit melemparkan pertanyaan itu ketika Soir baru saja datang dari masjid, untuk solat jum’at. Karena hari itu memang hari jum’at. Tidak mungkin solat Jum’at dilaksanakan dihari selain Jum’at. Itu menandakan ada sesuatu yang spesial pada hari Jum’at, dalam Agama Islam. Malam Jum’at merupakan malam yang mustajab, artinya ketika kita berdoa dengan sungguh-sungguh, maka do’a kita akan cepat terkabulkan. Katanya. Itu masalah kepercayaan/keyakinan, terserah kalian mau mempercayainya atau tidak. Tapi ketika kamu tidak mempercayainya, bersiaplah untuk sedikit dikritik oleh orang yang paham Agama Islam. Biasanya mereka bilang begini “ilmumu belum sampai kesana”.
Soir hanya tidak menghiraukan pertanyaan Kikit yang sedang asik tidur-tiduran di depan TV kontrakannya. Soir langsung ke kamarnya untuk melepas sarung dan memakai celana. Saat berada di kamarnya, Soir masih kepikiran tentang pertanyaan Kikit tadi. Setelah celana terpasang Soir mendapatkan ide untuk menjawab pertanyaan itu, ia pergi ke depan TV untuk menjawab pertanyaan Kikit yang sedikit membuatnya jengkel. “Kit, Agar Tuhan dan setan tetap hidup” sambar Soir dengan nada agak wibawa. “maksute(maksudnya)?” sahut Kikit dengan mengerutkan dahinya. “hahaha, sudahlah nanti kehidupanmu akan menjelaskannya” jawab Soir. Percakapan berhenti sampai disitu. kemudian mereka meneruskan percakapan dengan hal-hal yang tidak penting, misalnya membahas tugas kuliah,  jadwal UAS, dan sebagainya. Sambil berbincang, mereka menyalakan PS untuk bermain game perang. “Nanti kamu juga akan menemukan sifat Tuhan dan setan disini” kata Soir, sambil menembaki musuh-musuh dalam geme itu. “kok bisa” tanya Kikit. “ya bisa saja, menembaki musuh itu kan sifat setan, sedangkan menolong sandera itu sifat Tuhan. Mikeerr!” jawab Soir dengan sedikit mengejek Kikit. Kikit semakin bingung dengan penyataan Soir, akhirnya Kikit pun menjadi pengong. Pengong itu berada di atas bingung. Artinya orang yang kebingungan, karena bingung ia melakukan hal-hal yang aneh seperti membuat kesalahan-kesalahan konyol. Kata temanku sih begitu.
Di jalan depan kontrakan Soir terdengar suara “ting, ting, ting”. Itu suara mangkok yang dipukul pelan dengan sendok. “bakso lee” suara si bapak tukang bakso menawarkan dengan sedikit melas baksonya. Soir dan Kikit tidak menjawab. Kikit sudah memutuskan untuk tidak menjawab atau mempertanyakan peryataan Soir lagi. Tetapi, peryataan Soir tadi masih membuat Kikit yang pengong penasaran. Ketika Soir dan Kikit sedang ngopi bersama beberapa temannya, Soir menambah ke-pengongan Kikit dengan pertanyaan baru.
“Kit, kapan ya kita tidak boleh mengingat Tuhan?”
“yo.. saat kamu berak” jawab Kikit.
 “Loh kenapa kok tidak boleh?”
Karena Kikit tidak mempunyai jawaban yang logis, kemudian ia menjawab dengan jawaban yang konyol, tapi itu membuat semua teman-temannya yang mendengarkan tertawa. Sayangnya, itu semakin menunjukkan ke-pengongan Kikit. “Ya gak boleh dong, kalau kamu ingat Tuhan saat berak, nanti kamu bisa lupa buat cebok. Hahaha...” jawab Kikit dengan tulus. Soir pun ikut tertawa terbahak saja. Dua teman ngopi mereka tidak tahan untuk melayangkan tangannya ke kepala Kikit. Kepala Kikit pun menjadi sasaran empuk untuk di suing, tapi Kikit tidak marah meskipun lumayan sakit, karena itu hanya bercanda.
Malam berikutnya adalah malam Minggu. Malam yang biasanya digunakan untuk berkencan dengan pasangan masing-masing. Tapi karena Soir dan Kikit belum laku, mereka memutuskan untuk ngopi lagi di warung pinggir jalan, sambil menikmati cewek-cewek berlalu lalang dengan pakaian sexy. Sesekali mereka juga menggoda dengan memanggil “mbak, mbak, mbak” dan ketika cewek itu menoleh, ia memalingkan muka dengan melihat objek lain dan meneruskan panggilan “mbak Kikit/Soir, dari mana ?”. Itu kelakuan nakal mereka karena tak bisa menikmati malam minggu bersama seorang kekasih. Beberapa saat kemudian datang dua teman mereka yang lain, Pono dan Liyu. Mereka punya pacar, namun berada di luar kota. Kalau malam minggu nasib mereka juga sama seperti Soir dan Kikit.
“butuh yang anget-anget ini” kata Liyu. Anget-anget itu bukan berarti duduk dekat api, atau menikmati tubuh ayam kampus. Anget-anget yang dimaksud adalah minum minuman keras. Keras bukan berarti batu, tapi minuman berarkohol yang memabukkan. Soir dan Kikit pun tidak pikir panjang untuk menerima ajakan Liyu. Kemudian mereka melanjutkan obrolan di kontrakan Soir, dengan di temani dua bocil (arak) oplosan. Gelas digunakan bergiliran, obrolan-obrolan konyol pun terjadi, maklum mereka sudah setengah mabuk. Tiba-tiba Kikit si pengong berkata “bismillah” kemudian meneguk segelas bocil. “ohh,, dasar pengong, pengong” sahut 3 teman Kikit. Kikit hanya tertawa. Kikit jadi teringat percakapan malam kemarin ketika ngopi bersama Soir dan teman-teman. “kapan kita tidak boleh mengingat Tuhan”. Pertanyaan itu Kikit lontarkan kepada tiga temannya. Pono dan Liyu tidak setuju kalau dalam keadaan mabuk kita menyebut nama Tuhan, karena mereka sedang dalam keadaan yang najis oleh minuman keras. Soir sedikit tidak setuju dengan pendapat itu. “hati atau ingatan kita tidak bisa dilarang/dicegah untuk mengingat Tuhan, dalam keadaan apapun”, sahut Soir.
Menurut Soir, Tuhan itu identik dengan segala kebaikan, bukan keburukan seperti yang mereka lakukan. Jadi ketika mereka mengingat Tuhan mereka akan berbuat baik, mereka tidak akan mabuk-mabukan seperti itu. Sedangkan segala keburukan itu identik dengan sifat-sifat setan. Tetapi yang terjadi mereka mengingat Tuhan dalam keadaan mabuk(buruk) dan mereka tetap meneruskan minum. “hahahaha...” mereka berempat hanya tertawa-tawa meskipun apa yang mereka bicarakan sedikit seriuz. Minuman tinggal sedikit lagi, satu tegukan tarakhir untuk Kikit dan porsinya sedikit lebih banyak daripada yang lain. Hal itu membuat Kikit tambah pengong. Minuman habis, pas ketika adzan subuh berkumandang di masjid dekat kontrakan Soir. Kontrakan Soir ke masjid hanya berjarak sekitar 200 meter, jadi suara adzan cukup keras terdengar. Mereka semua tidur senyenyak mati di depan TV, jelas karena pengaruh minuman itu.
Ketika adzan Duhur berkumandang, mereka baru bangun dengan muka dan baju yang berantakan. Pono dan Liyu langsung bergegas pulang untuk melanjutkan tidur di tempat mereka msing-masing. Soir dan Kikit hanya duduk di depan TV, dengan kepala yang masih pusing. Soir mendengar suara Adzan duhur dan ia masih menjawabnya. Pasti kalian mengerti bagaimana jawaban adzan. Setelah adzan selesai, tiba-tiba ada suara musik di depan kontrakan mereka. Lagu yang dibawakan cukup terkenal, judulnya “kelangan” lagu banyuwangi. Musik yang mengiringi lagu itu sedikit kacau, karena alat yang digunakan hanya gitar biasa dan gitar kecruk yang hanya mempunyai 3 senar. “pengamen” dalam hati Soir.  Melihat ada uang 5 ribu di depan TV, sisa pembelian minuman semalam, Soir langsung mengambil dan memberikannya pada pengamen tersebut. “terimakasih mas” kata pengamen tersebut dengan bahagia. “sama-sama” sahut Soir dengan senyuman tulus dan haru.
Kikit membersihkan botol-botol minuman itu dan menyimpannya. Tempat kontrakan Soir dan Kikit memang sering digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, tidak hanya untuk minum, tapi diskusi, belajar bersama, dll. Kontrakannya hanya ada 2 kamar yang cukup sempit. 1 kamar mandi dan dapur. Botol-botol bekas minuman keras terkumpul cukup banyak, karena seringkali teman-temannya minum di kontrakan mereka. Ketika ada pemulung lewat atau memunguti sampah di depan kontrakan, Soir atau Kikit memberikan botol-botol minuman itu. Botol-botol itu senaja mereka kumpulkan untuk diberikan kepada pemulung yang lewat. Mereka tidak pernah berpikir bahwa hal itu adalah perbuatan baik. Mereka hanya melakukan dengan tulus, tanpa maksud apa-apa. Di lain sisi pemulung itu akan sangat berterimakasih kepada Soir dan Kikit, karena memulung dan mengumpulkan botol-botol adalah pekerjaan mereka untuk menafkahi keluarga  di rumah. Soir tidak pernah menyadari hal itu.
Soir dan Kikit jarang sekali datang ke masjid untuk solat, meskipun masjid cukup dekat. Oya, Kikit ini laki-laki bukan perempuan, berusia 20 tahun, mungkin beragama Islam. Kalau Soir tentu laki-laki, karena dia telah hidup pada tulisan saya sebelumnya. Soir Juga beragama Islam dan dia tidak pernah pindah agama. Tapi, begitulah kelakuannya. Kadang ia ikut jum’atan dan kadang ikut mabuk-mabukan. Karena Soir berpikir bahwa di dalam manusia ada sifat Tuhan dan sifat setan. Baik dan buruk itu selalu bersanding dalam kehidupan. Soir sedang asik melamun di kursi ruang tamu, dengan berbagai pikiran, tiba-tiba “doarrrr” kikit mengagetkannya dari belakang. “Jiiaanncookkk” kaget Soir. Kikit hanya tertawa, karena ia tau kata-kata itu bukan berasal dari kebencian, tapi karena kebiasaan mereka saat bercanda. Pikiran Soir buyar. “ayo makan” ajak Kikit. “dimana?” jawab Soir. “di hatimu.. wkwkwkwk...”. tanpa tambahan basa-basi mereka berangkat ke warung langganan mereka. Sebenarnya kalau sore hari Soir sudah tau harus makan di warung mana, itu sudah jadi langganan mereka. Biasanya, ketika di warung mereka memesan es degan, “sebagai panawar sisa mabuk semalam” kata Kikit.
Sambil makan mereka berbincang-bincang atau omong-omongan. Kikit ternyata masih ingat dengan pertanyaan yang belum  Soir jawab Jum’at kamarin. Kemudian ia bertanya lagi pada Soir. “Ir, kenapa kamu masih mabuk-mabukan, kan kamu juga sering solat?” tanya Kikit. “ ya biar Tuhan dan setan tetap hidup” jawab Soir dengan sepele. “iya, nasi enak ini” sahut Kikit dengan sedikit ngambek, karena Kikit si pengong, masih belum sembuh dari ke-pengongannya. Ditambah mabuk semalam ia makin pengong, apalagi untuk memikirkan hal serumit itu. “hahaha” tambah Soir. Karena makanan dan minuman sudah habis, mereka menjenguk si Pono dan Liyu dengan membawakan es degan dan dua nasi bungkus.  Soir tau kalau mereka sudah tidak ada uang lagi, uang mereka dihabiskan untuk beli minuman semalam.

Rabu, 19 November 2014

Soir dan Lala


"Soir dan Lala: sedikit puitis sampai butir terakhir
Oleh : Hudy Majnun

Di ujung malam menjelang pagi, Soir sedang asik ngobrol dengan dua temannya. Ngobrol kesana kemari tanpa arah yang jelas, namun dengan obrolan panas dan penuh gagasan. Dua teman Soir bernama Enam dan Pono. Mereka teman seperjuangan Soir selama menjadi mahasiswa, sebenarnya berjuang bukan dalam perkuliahan tapi berjuang dalam organisasi yang mereka geluti. Mereka berdua berbeda jurusan, Enam mengambil jurusan Matematika dan Pono ilmu teknik, sedang soir sendiri si Filsafat. Panjang lebar mereka berbincang, mulai dari tetangga sebelah yang telah selesai melakukan reformasi sampai sistem baru dalam mengajukan proposal skripsi. “ada sistem baru untuk mengajukan proposal skripsi dan aku terkena peraturan baru ini, jancukk!” dengan muka sedikit kecewa pono mengatakannya. Padahal Pono sudah menyelesaikan skripsinya sampai bab 3, karena terkena peraturan baru dia harus merombak lagi pada bab 1. Sungguh birokrasi yang tak terpahami.
Sebenarnya, ini bukan cerita bagaimana mereka menghadapi mesin-mesin politik di fakultasnya, bukan pula mengenai perjuangan mereka keluar dari siksaan kampus ini. Itu hanyalah pembuka agar sedikit tidak membosankan berbicara tentang cinta. Cerita sebenarnya yaitu tentang percakapan Soir dengan Lala lewat BBM. Ketika Soir asik ngobrol dengan teman-temannya, ia iseng membuka-buka hapenya sendiri dan melihat pemberitahuan. Ternyata Lala baru saja memperbarui statusnya “demam mulai turun”. Ketika Soir melihat itu, ia langsung membuka obrolan dengan Lala.
“Sakit apa Lala?” tanya Soir
“Demam lagi, Soir”
“Kehujanan?”
“ya”
Percakapan terhenti, Soir bingung harus berkata apa lagi. Sedang Soir juga tidak mengerti bahwa sebelum demam yang ini datang, Lala sudah pernah terkena demam. Soir tidak tahu itu. Soir juga ikut sedih melihat Lala sakit seperti itu. Percakapan Soir lanjutkan dengan tema lain.
“Kenapa belum tidur Lala?” tanya Soir
“Sudah tidur kok. Ini baru bangun. Kalian baru selesai rapat ya?” jawab Lala dan ia bertanya balik.
Kali ini ada sedikit balasan pertanyaan dari Lala. Lala juga tau kalau tadi ada rapat. Lala sebenarnya juga terlibat dalam rapat itu, tapi karena demam ia tidak bisa datang. Tiga hari yang lalu Lala kebetulan bertemu sebentar dengan Soir, Lala juga berjanji kalau senin dia akan ikut rapat.
Soir semakin bersemangat dengan obrolan itu.
“kenapa bangun jam segini ?... rapatnya sudah selesai tadi, ini masih ngobrol-ngobrol” tanya lagi Soir. Percakapan itu memang sudah larut malam, Soir juga heran kenapa Lala bangun jam sekian. Waktu itu setengah 3 pagi.
Soir sudah tidak fokus lagi ngobrol dengan dua temannya. Meski sesekali Soir dimintai pendapat, Soir menjawab dengan singkat tapi mengena. Selang beberapa menit Lala membalas.
“ngak tahu, tiba-tiba kebangun saja ini. Kalian masih ngerumpi ya, hehe. Istirahat Soir. Cuaca lagi ngak bagus.” Tulis Lala.
Soir tersenyum-senyum sendiri melihat pesan dari Lala. Untungnya kedua teman Soir tidak melihat ekspresi Soir, kalau saja mereka melihat Soir pastilah mereka akan menggojlokinya. Atau bahkan marah pada Soir, karena Soir tak mendengarkan mereka bicara. Dengan girang Soir membalas.
“yeee, bukang ngerumpi ini. Kalo capek, pasti akan istirahat dengan sendirinya” ketik Soir dengan sedikit tidak menerima perhatian Lala. Padahal hati Soir sangat bahagia Lala berbicara seperti itu. “cuacanya bagus kalau malam, eman kalau dilewatkan” tambah soir pada pesan yang belum dibalasnya.
“bukan itu maksudku. Yasudah, selamat berbicang-bincang” tadinya Lala bermaksud memberi tahu Soir bahwa cuacanya bisa mengundang sakit. Tapi Soir membalas dengan sedikit puitis. Memang maksud Soir agar percakapan semakin menarik dan romantis, walau tidak ada hubungan apa-apa di antara mereka.
Soir sedikit kecewa dengan kata “yasudah, selamat berbincang-bincang” itu menandakan ia ingin mengakhiri percakapan. Soir tidak ingin percakapan itu terhenti. Soir kemudian membalas dengan membuat Lala bertanya.
“Iya, cuaca memang lagi tak bersahabat. Ada yang kesiper” tulis Soir.
kesiper ??? kesirep mungkin”
“ ya, itu maksudnya”
Pembicaraan tidak jadi terhenti, karena rencana Soir ingin membuat Lala bertanya berhasil.  Kesiper/kesirep itu istilah Jawa, yang berarti ketiduran.
“siapa yang ketiduran?” lanjut tanya Lala.
“si Enam”
“Oalah, hehe”
Bahan percakapan kembali habis, Soir harus mencari ide agar percakapan tetap berlanjut. Soir mencoba menawarkan diri untuk menjadi bahan percakapan.
“Aku juga menunggu kesirep ini”
“nanti juga kesirep sendiri. Pejamkan mata saja, Soir” jawab Lala.
Soir terus memberi bahan percakapan. Kali ini Soir akan menggunakan kata-kata yang sedikit puitis, agar pembicaraan tak membosankan.
“Dingin sekali”, kata Soir sambil berharap Lala menanyakannya lagi.
“Oh ya ?” singkat Lala
“Iya, apa di situ juga dingin seperti di sini ?” tanya Soir dengan tambahan kata sedikit puitis.
“Yang kurasakan ini hangat tubuhku” balas Lala.
Semangat Soir semakin menggebu-gebu karena balasan dari Lala juga mulai sedikit puitis, menurut Soir. Tapi balasan Lala cenderung menunjukkan bahwa ia sedang demam, pikir Soir. Itu tak jadi masalah, malah akan semakin memperhangat percakapan.
“Tubuhmu sedang mengalami panas yang berlebih ya... apa sudah diberi penawar?” lanjut Soir
“Begitulah adanya. Sudah ku obati semalam. Dan saya mulai lapar malam ini. Pagi ini maksudku.” Balas Lala. Kali ini Lala yang mulai menimbulkan bahan percakapan baru. Suasana percakapan puitis mulai terjadi.
“Ujung malam. Saya juga merasakan lapar dari tadi.” Lanjut Soir.
“Kamu juga merasakan juga ternyata” 
Memang Soir juga merasakan lapar waktu itu. Maklum rapat berlangsung dari menghitamnya senja sampai larut malam. Jadi, tidak sempat bagi Soir dan kedua temannya untuk makan, apalagi untuk menikmati kopi di warung. Lala semakin sejalan dengan Soir, karena mereka sama-sama lapar. Itu bahan percakapan baru. Soir melanjutkan.
“Sebentar lagi beli makan. Apa ada makanan di dapur rumahmu?” tanya Soir
“Saya ambil nasi, kerupuk, dan menuangkan kecap di atasnya. Tidak ada makanan apa-apa, hanya nasi yang siap disantap” balas Lala dengan sedikit panjang dan dengan kata-kata yang membuat Soir semakin membayangkan Lala.
“ Di jalan Rawa masih ada beberapa warung yang bisa menyembuhkan lapar. Itu mungkin enak sekali. Apa kamu menginginkannya ?. aku bisa mengantarkannya untukmu.” Soir mencoba membuat Lala yang lapar menginginkan makanan enak yang ada di jalan Rawa. Soir juga menawarkan makanan, yang bisa Soir antar. Namun Lala tidak mau, dia cukup makan Nasi itu saja.
“tidak, terima kasih. Ini saja cukup buatku, untuk meredakan lapar. Terima kasih untuk tawaran muliamu.” Dengan halus Lala menolak tawaran Soir.
“baiklah. Lain waktu terimalah sedikit kebaikanku. Selamat makan.” Balas Soir dengan sedikit kecewa.
“terima kasih. Selamat makan juga. Bergegas ambil nasi, hehe. Kamu juga bergegas beli makan.” Tambah Lala sebelum ia menjamah nasi-nasi di dapurnya.
“berangkat. Salam buat butiran nasimu.”
“salam juga buat penjual nasi yang kamu singgahi”
Soir segera bergegas membeli makan. Namun sebelumnya, Soir berpamit kepada dua temanya yang telah dicuekin saat terjadi obrolan. Si Enam sudah kesirep terlapau jauh, namun Si Pono masih terjaga. Pono memang kuat untuk begadang, itu karena siang ia sering tidur.
Soir menyalakan motor, dan berangkat membeli makan. Diperjalanan ke warung ia sesekali melihat hapenya, berharap masih ada pesan lanjutan dari Lala. Lala juga bergegas dan menampung nasi-nasi di piring bening yang ada di dapur rumahnya. Ambil kecap dan kerupuk. Agar sedikit menarik, Lala menghiasi nasi dengan kecap. Ia membuat garis-garis pada permukaan nasi, hingga terbentuklah pola hati. Tapi pada akhirnya pola hati itu akan ia hancurkan sendiri, karena memang nasi itu untuk di makan, bukan untuk pajangan. Lala susah menelan nasi-nasi itu, terasa kering ternggorokannya karena demam. Jadi setiap suap nasi yang telah ditelan, harus diikuti dengan meneguk air putih, agar tenggorokannya lancar. Tak ada yang Lala pikirkan saat makan, pikiran tentang percakapan dengan Soir hanya sesekali lewat dalam pikirannya.
Soir sampai di warung, ia lihat hapenya. Tak ada pesan baru dari siapapun. Soir mengirim pesan lagi kepada lala. Ini seperti sebuah laporan. Tapi di sini Soir sedikit bohong, karena ia hanya ingin mengirim percakapan yang sedikit puitis.
“Satu bungkus terakhir untukku, ibunya sudah mulai berkemas” pesan terkirim.
Tidak ada balasan dari Lala. “Mungkin Lala sedang menikmati nasi-nasinya yang dihias kecap”, pikir Soir. Kebetulan Soir masih harus mengantri, dan belum tentu Soir mendapatkan bungkus terakhir. Memang Soir datang terakhir. Tapi Soir tidak tau apakah ibu warung itu akan tutup atau tidak. Di situlah kebohongan Soir pada Lala.
Setelah beberapa menit menunggu, gilaran Soir dilayani Ibu penjual nasi itu. Warung ini memang langganan Soir ketika lapar larut malam seperti ini. Namun Soir tidak pernah akrab dengan ibu si penjual nasi, karena yang menjaga warung itu selalu berubah-ubah. Mungkin ada shif siang dan malam. Meskipun tidak kenal Soir tetap mengajak ibu itu berbincang. Ternyata warung memang akan segera tutup. “satu bungkus terakhir untukmu le, setelah ini tutup.” Kata ibu si penjaga warung. Soir sedikit kaget. Karena pesan yang ia kirim ke Lala hampir sama dengan denga perkataan ibu penjaga warung. Jadi pesan yang di sampaikan kepada Lala tidak lagi bohong.
Nasi sudah dibungkus, dengan sayur, teri, dan 3 ceker ayam. Soir mengeluarkan uang 6 ribu rupiah. “berapa buk?” tanya Soir. “8 ribu” jawab ibu penjaga warung. Soir kaget karena harga tidak seperti  biasanya. Biasanya porsi seperti itu seharga 6 ribu, tapi entah kenapa menjadi 8 ribu. Mungkin ibu itu mau korupsi kecil-lecilan, atau mungkin malakin Soir. Soir mengambil uang lagi uang dari kantongnya, kemudian membayarnya. Setelah itu Soir langsung pulang ke tempat kostnya. Diperjalanan Soir kepikiran soal harga nasi itu.  Dalam hati, Soir bertanya-tanya “Kenapa tiba-tiba mahal nasi di warung itu ya?”.
Sampai di tempat kost, Soir langsung menikmati nasi itu di depan TV. Biasanya kalo laut malam tidak ada acara yang bagus di TV. Soir langsung mengganti chanel ke TV Sepuluh (nama stasiun TV). Larut malam seperti itu biasanya hanya ada berita-berita. Kebetulan TV Sepuluh memang selalu menyiarkan berita-berita hangat, biasanya yang banyak disiarkan mengenai isu-isu pemerintahan dan Politik. Soir menikmati berita, ternyata ada tanyangan cuplikan pidato presiden baru. Yang ditampilkan hanya sedikit, yaitu mengenai kenaikan harga BBM. Disampaikan keputusan bahwa BBM naik 2 ribu untuk premium. Soir memang sudah tau sebelumnya kalau akan ada kenaikan harga BBM, namun tidak tau berapa nominalnya. Isu kenaikan harga BBM memang sangat panas di telinga masyarakat, apalagi banyak teman-teman Soir terlibat dalam aksi penolakan harga BBM tersebut.
Beberapa saat kemudian Soir baru sadar kenapa nasi di warung itu jadi mahal. “wahh ternyata dampak kenaikan harga BBM langsung saya rasakan” dalam hati Soir, sambil mengunyah nasi.   Seketika kenikmatan nasi tersebut jadi berkurang. “mungkin ini yang dinamakan revolusi kentang” Soir berbicara pada dirinya sendiri.
Ketika Soir sadar bahwa nasi yang dikunyahnya jadi mahal akibat kenaikan harga BBM, ia tidak lagi menikmati nasi tersebut, ia langsung melahapnya dengan sedikit emosi. Ternyata tidak hanya BBM yang naik 2 ribu, tapi nasi langganan Soir juga naik 2 ribu.  Memang harga nasi di warung itu tidak harus diumumkan seperti harga BBM. Penjual warung nasi bebas untuk menjadi otoriter. Toh, meskipun begitu warung itu tetap ramai. Pengguna BBM pun tidak berkurang. Bagi Soir yang penting BBM-an dengan Lala tetap lancar. Ketika mengingat Lala, emosi Soir yang tidak jelas langsung reda.
Makanan habis, Soir langsung ketempat tidur. Sebelumnya Soir juga minum air, karena habis makan dan buang air kecil biar ngak ngompol. Sebelum memejamkan mata Soir mengirim pesan lagi kepada Lala, walaupun pesan sebelumnya tidak terbalas. “Semoga demam itu tidak betah di tubuhmu” tulis Soir dan dikirim pada Lala. Soir juga menulis sesuatu di status BBM nya, “semoga demam dan lapar yang melanda pemimpin negeri ini cepat pergi”.
bersambung...

Selasa, 18 November 2014

Wajah Lain

Pendidikan di Indonesia semakin berkembang, menjadi pendidikan yang modern. Akan tetapi masalah pendidikan juga banyak bermunculan, dan bahkan pendidikan ditempuh hanya sebagai formalitas untuk mendapatkan ijazah atau gelar. Kemudian kualitas pengetahuan mereka tidak menjadi tujuan utama dalam menempuh pendidikan. Contoh kecil di desaku yang mana mayoritas warganya sangat mendambakan menjadi PNS. Namun yang terjadi sangat ironis. Setelah mereka menjadi guru, yang diburu hanya jabatan dan uang, sedangkan kualitas murid-murid mereka menjadi nomer sekian. Ini terbukti saat banyak murid yang lulus maka banyak juga tambahan angka pengangguran.
Kualitas dan keseriusan guru tersebut juga perlu dipertanyakan. Coba kita bayangkan bagaimana seorang guru memberikan nilai diatas rata-rata pada murid-muridnya, yang mana murid tersebut hanya menguasai pelajaran sekitar 30%. Banyak kemungkinan yang terjadi, bisa saja guru itu di bayar, atau mungkin guru tersebut kasihan terhadap muridnya, kemungkinan lain yaitu agar sekolah tersebut tidak tercoreng namanya, lantaran banyak siswa yang tidak lulus atau tidak naik kelas. Itu hanya perkiraanku yang belum pasti kebenarannya. Ada hal yang mungkin sedikit menggelitik, yaitu di desaku banyak sekali guru-guru SD, SMP dan SMA  yang menurut saya ia belum pantas mengajar, karena di kelas mereka hanya menjadi lelucon bagi murid-muridnya. Itu terjadi karena mereka menjadi pengajar dengan latar pendidikan yang pantas, misalnya hanya lulusan SMA sudah  mengajar SD, sedang di SMA mereka tak pernahberprestasi.  Dapat kita bayangkan bagaimana perkembangan anak itu kedepannya. Seorang anak kecil yang tidak tau apa-apa di ajari/digurui oleh lulusan SMA dengan predikat terpaksa.
Apakah sistem pendidikan di Indonesia tidak punya kriteria jelas mengenai seorang tenaga pengajar/guru?
Cerita SMA
Ini tentang realitas yang terjadi saat aku masih duduk di SMP, atau waktu SMA, namun yang masih bisa kuputar jelas dalam pikiran adalah waktu SMA. Bukan sekedar khayalan saja tapi indra-indraku menjadi saksi apa yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sekolahku memang hanya sebagian kecil dari indonesia, tapi aku dapat menerka-nerka bahwa ini tidak hanya terjadi di sekolahku saja. Tidak menutup kemungkinan bahwa sekolah lain juga seperti ini. Sekolahku hanya sebagai contoh kecil, agar pemerintah dapat memahami bagaimana pendidikan di tempat-tempat terpencil. Saya adalah Murid lulusan tahun 2010 dari SMAN ******** Prov. Jawa Timur, Indonesia. Saya tinggal di desa Soklak, wonokusumo.
Waktu SMA pelajaran yang paling tidak saya sukai adalah pelajarah Bhs. Inggris, itu karena beberapa faktor, antara lain; memang sulit, aku mungkin memang bodoh, tidak bisa mengingat tiap kalimat dan  mungkin guruku yang kurang enak. Oleh karena itu dalam pelajaran Bhs.Inggris saya tidak pernah mendapatkan nilai bagus, paling bagus dapat nilai 60 saat ulangan harian atau ujian semester (itupun hasil contekan). Untung di sekolahku hanya di ajari dua bahasa asing, yaitu Bhs. Inggris dan Bhs. Arab. Maklumlah sekolahku berada di tempat terpencil yang jarang dilihat oleh kalangan Raja(pemerintah). Tapi aku pikir tempat ini masih Menjadi bagian dari Indonesia.
Saat kelas 2 sampai kelas 3 semester 1, saya selalu juara dua di kelas(maaf  itu bukan berarti saya pintar, mungkin guru saya yang kurang pintar), aneh sekali rasanya, tapi mungkin itu karena pesaing di kelasku semakin sedikit dan lagi saya ambil jurusan IPS. Hal yang lebih menakjubkan, yaitu  saya  lulus UN dengan  nilai Bhs. Inggris 7,40 (amajing), paling tidak dengan nilai seperti itu saya sudah bisa sedikit bercakap-cakap dengan menggunakan Bhs. Inggris, tapi kenyataannya mendiskripsikan diri sendiri saja saya perlu remidi dua kali(ironis). Satu hal lagi yang menakjubkan, yaitu nilai Matematika saya dapat 9,00, rasanya saya berdosa besar pada Indonesia(minal aidzin wal faidzin Indonesiaku L). Pada akhirnya saya  mendapatkan  juara satu dalam  nilai tertinggi(UAS+US+UN), itu tidak pernah saya lupakan dalam sejarah hidup saya. Apalagi waktu pengumaman nilai tertinggi di saksikan oleh para wali murid(maaf  bukan maksud saya untuk sombong, itu hanya fakta-fakta untuk mengungkap misteri yang terjadi di sekolah-sekolah Indonesia, terutama di sekolahku). Pertanyaan besarnya, apa yang terjadi dengan sekolahku, hingga aku mendapatkan prestasi seperti itu, padahal aku sama sekali tidak pintar?. Kita dapat mengira-ngira apa yang trjadi. Saya akan mengungkap misteri bagaimana semua itu terjadi, tapi itu nanti saja dan tolong jaga rahasia ini.
Pendidikan
Indonesia dan pendidikan, saya tidak pernah mendapatkan materi tentang definisi hal tersebut, dimanapun, tapi saya akan sedikit mengunggkapkan bagaimana definisi pendidikan menurut saya. pertanyaan “ Apa yang dimaksud dengan pendidikan ?” Jawaban, “Pendidikan adalah suatu aktifitas sekerumunan manusia yang sedang membicarakan sesuatu, dan  bermaksud untuk memecahkan atau sekedar membuka pikiran pada tiap-tiap individu yang berada dalam kerumunan tersebut. Di dalam kerumunan tersebut ada satu atau dua orang sebagai fasilitator atau pemateri, tapi bukan untuk menggurui, (Kerumunan itu ada yang formal dan ada yang nonformal). Mungkin itu seperti diskusi, namun tidak hanya pembicaraan saja, tapi terlihat dalam tindakan nyata. Lalu setelah pembicaraan dan contoh itu selesai akan ada perubahan dalam pola pikir sehingga menyebabkan tiap individu semakin baik dalam bertindak atau berbuat dan semakin kreatif karena pikiran mereka sudah terbuka. Jika tiap individu sudah mengalami proses tersebut, dapat kita bayangkan sendiri bagaimana Indonesia di tahun-tahun yang akan datang” itu definisi pendidikan menurut saya. Itu pasti mendapatkan nilai 99 atau bahkan 101 di sekolah saya. Tapi apa yang terjadi dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini?
Di sekolah, saat sudah pembagian raport biasanya guru-guru tidak memberikan materi(yang ada di LKS), tapi mereka hanya bercerita, atau istilah kerennya Shering. Pada kesempatan itu guru sering menanyakan “apakah kalian puas dengan nilai yang kalian dapat ?” pastinya murid akan menjawab “iya pak/buk(dengan serempak)”. Ketika murid sudah menjawab guru sering mengungkapkan bagaimana mereka memberi nilai pada murid-muridnya. Perkataan yang saya ingat,”masih untung kalian dapat nilai 60, sebenarnya kalian hanya dapat nilai 40, tapi saya Kasihan kalau ada dari kalian yang tidak naik kelas” begitu kata salah seorang guru. Apakah para guru selalu menggunakan unsur ini dalam mendidik anak-anak muridnya(pemuda), yang sering kita dengar bahwa mereka adalah harapan Bangsa. Atau mungkin para guru tersebut masih berada dalam jaman Romantisme, yang lebih mengutamakan perasaan dari pada logika(renungkan sendiri!). Lalu bagaimana dengan kualitas otak(pemikiran) mereka(para murid)???, padahal Otaklah yang menjadi unsur utama dalam segala hal, apa yang akan dilakukan manusia terhadap apapun disekitarnya. Kita memang manusia yang memiliki hati dan perasaan, tapi tidakkah lebih kasihan bila melihat masa depan anak-anak bangsa yang suram karena pikiran mereka tidak pernah kita didik dengan sebenarnya, dibandingkan dengan nilai yang bagus hanya agar mereka naik kelas atau lulus sekolah. Lalu siapa yang salah ketika murid-murid lulus sekolah hanya untuk menambah angka pengangguran?. Ini sangat ironis. Jangan pernah bandingkan pendidikan Indonesia dengan negara lain, itu pastilah memalukan jika kita tau misteri-misteri yang terjadi di dalamnya.

Tradisi akademik
Inilah sistem pengajaran/akademik yang ada di sekolahku, tapi ini pasti terjadi juga disekolah-sekolah lain, dan aku dapat tau hal itu, karena sekarang aku banyak kenal dengan teman-teman yang berasal dari sekolah lain tentunya masih di Indonesia.  Kami sering berkumpul, untuk sekedar ngopi atau melakukan hal-hal konyol lainnya, tapi dari situ aku dapat mengetahui bagaimana keadaan sekolah mereka dulu dan guru-guru yang mengajari mereka(teman-temanku). Inilah Faktanya.
Pada saat pelajaran guru sering menyampaikan materi dengan sangat panjang sampai aku terkantuk-kantuk bahkan tidur di dalam kelas. Mungkin itu karena sang Guru hanya membacakan materi yang ada  dalam buku ajar atau LKS(lembar kerja siswa) yang dapat saya beli dengan harga Rp. 4000-6000, dan hal yang saya ingat bahwa itu sangat membosankan. Saat guru membacakan materi murid kadang wajib mencatat, kadang hanya mendengarkan tapi tidak boleh rame. Kadang hal tersebut terjadi sampai bel pergantian pelajaran. Hal yang paling tidak enak yaitu ketika guru tidak bisa mengajar karena ada hal yang lebih penting “daripada hanya sekedar mengajar muridnya”, mereka menitipkan banyak catatan yang wajib dicatat oleh semua siswa di kelas. Yang mencatat di papan biasanya sekertaris kelas(kasian sekali sekertaris itu), padahal materi yang di catat dapat dari mbah Google. Seharunya seorang guru tidak seperti itu, mungkin itu karena guru tersebut tidak pernah mendapat pelatihan menjadi seorang guru, atau mungkin guru tersebut mengajar hanya untuk mendapatkan uang. Tapi tak semua guru seperti itu ada juga yang mengajak muridnya untuk diskusi, itu lumayan untuk menghilangkan kantuk, karena aku sedikit berpikir.
Untuk setiap guru baru, apalagi guru sokwan saat pertemuan pertama tidak langsung memberikan materi untuk dibicarakan. Mereka hanya mebuang waktu pelajaran dengan perkenalan dan cerita-cerita konyol mereka, bisa dibilang itu curhat. Karena hal tersebut sudah menjadi tradisi, maka setiap pertemuan pertama, untuk guru baru harus melakukan hal tersebut, kalau tidak setiap murid akan mengeluh bahkan ketika guru tetap mengajar para murid enggan untuk mendengarkan. Yang jelas itu adalah tradisi yang tidak baik. Cara mengubahnya dapat dilakukan perlahan dengan mengubah sedikit demi sedikit kebiasaan tersebut. Diskusi akan lebih efektif, asalkan seorang guru bisa menguasai kelas, dan perlahan mengajak para murid untuk berpikir.
Itulah yang terjadi di sekolahku, saat aku memikirkannya lagi, akupun mulai khawatir dengan adik-adikku jika hal tersebut terus seperti itu. Tapi apakah kalian juga khawatir?. Kadang aku berpikir akan menyekolahkan adik-adikku disekolah yang berstandart Internasional bahkan di luar negri(Di Luar Indonesia). Setidaknya disana adik-adikku tidak akan banyak menemui hal-hal misterius seperti yang ku alami, karena aku tak ingin adik-adikku bernasib sama sepertiku(terlalu lama untuk sadar). Itu hanya impianku saja karena itu merupakan hal yang mustahil ketika aku mendapati kenyataanku dalam keadaan ekonomi yang pas-pasan seperti saat ini. Saat kalian sudah tau bagaimana misteri-misteri itu terjadi, harapanku untuk pendidikan indonesia, semoga tidak ada lagi guru yang menggurui hanya untuk sepeser uang yang akan ia dapatkan. Mengajarlah dengan tulus, dengan sistem yang benar, dengan objektif, jangan hanya berbicara sendiri di depan kelas, ajaklah murid-muridmu untuk berpikir, agar mereka sama pintarnya denganmu dan ilmu yang kalian berikan benar-benar bermanfaat untuk hidup mereka, untuk masa depan mereka, dan untuk Indonesia.

Rahasia yang saya janjikan
Saya akan sedikit membocorkan misteri yang terjadi pada cerita diatasi, tapi ini harus jadi rahasia antara penulis dan pembaca, karena dulu saya telah berjanji pada guru saya untuk menjaga rahasia ini. Tapi kini saya sadar hal tersebut adalah racun pendidikan. Ok.. pada saat menjelang ujian, saya menjadi agen di kelas dengan beberapa teman lainnya, tapi tidak semuanya. Di sekolahku tiap murid yang mau ikut UN tidak dilarang membawa HP. Saat ujian berlangsung sekitar 30-45 menit saya mendapatkan sms kunci jawaban. Saya tidak tau itu no. siapa dan dari mana, yang jelas itu rahasia guru. Tugas saya sebagai agen adalah untuk menyebarkan sms tersebut pada teman-teman yang lain. Setelah saya menyebarkan sms itu saya langsung menhapusnya. Begitulah yang terjadi sejak pertama sampai akhir UN. Hanya sedikit sekali soal yang saya jawab dengan pikiran sendiri, selebihnya mengikuti sms kunci jawaban tersebut. Al hasil, SMA saya lulus 100%. Tapi setelah kelulusan tersebut hanya sedikit yang di terima di perguruan tinggi selebihnya banyak yang menganggur dan banyak pula yang menikah. Itu terjadi mungkin karena pikiran mereka tidak benar-benar terasah saat sekolah sehingga kemampuan mereka sangat minim. Banyak dari teman-teman saya saat ini yang hanya menjadi buruh harian, pengangguran, mungkin juga ada yang jadi preman. Saya tidak tau pasti bagaimana kehidupan mereka sekarang. Lulusan tahun 2010 ada sekitar 10 orang yang mencoba mendaftar di PTS, tapi tidak ada yang lolos, kecuali saya. Itu membuat saya sedih. Selanjutnya ada beberapa teman yang daftar di PTS.
Saya yakin sekali bahwa hal semacam ini tidak hanya terjadi di sekolahku, bisa saja semua sekolah di Indonesia seperti ini. Semoga ini bisa jadi bahan renungan agar kita semua mulai memikirkan bagaimana mengatasi hal tersebut, yang selalu berujung menjadi masalah yang tak pernah terpecahkan, yaitu pengangguran. Sekali lagi,  ini adalah rahasia, tapi saya tidak takut untuk menceritakan, karena saya tau yang kulakukan adalah benar. Saya tidak ingin ada hal semacam itu lagi, demi teman-teman, demi adik-adikku, demi pendidikan, demi masa depan dan demi INDONESIA.

Natal dalam Islam

Sekarang sedang ribut berita soal ucapan selamat natal dari seorang muslim kepada umat Kristen yang diharamkan oleh ulama Aceh. Alasannya, perayaan Natal merupakan ritual keagamaan non-Muslim yang tidak dibenarkan bagi umat Islam untuk mengikutinya.

"Haram juga ucapan Natal, jangankan ikut mengucapkan, menyerupai saja dengan yang bukan budaya Islam sudah haram, apa lagi ikut terlibat dengan mengucapkannya," kata ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Banda Aceh, Abdul Karim Syeikh, Sabtu (14/12) saat dihubungi merdeka.com.

Sejak dulu sebenarnya masalah seperti ini sudah menjadi polemik di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Ada sebagian yang menilai haram, ada juga yang tidak. Nah, untuk memperkaya referensi, ada baiknya anda tahu bagaimana pendapat Gus Dur soal masalah ini.

Gus Dur pernah menulis artikel di Koran Suara Pembaruan pada 20 Desember 2003 berjudul: Harlah, Natal dan Maulid. Menurut Gus Dur , kata Natal yang menurut arti bahasa sama dengan kata harlah (hari kelahiran), hanya dipakai untuk Nabi Isa al-Masih belaka. Jadi ia mempunyai arti khusus, lain dari yang digunakan secara umum -seperti dalam bidang kedokteran ada istilah perawatan pre-natal yang berarti "perawatan sebelum kelahiran".

Dengan demikian, maksud istilah 'Natal' adalah saat Isa Al-Masih dilahirkan ke dunia oleh 'perawan suci' Maryam. Karena itulah ia memiliki arti tersendiri, yaitu saat kelahiran anak manusia bernama Yesus Kristus untuk menebus dosa manusia.

Sedangkan Maulid, Gus Dur menjelaskan, adalah saat kelahiran Nabi Muhammad Saw. Pertama kali dirayakan kaum Muslimin atas perintah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi atau dalam dunia barat dikenal sebagai Saladin, dari Dinasti Mamalik yang berkebangsaan Kurdi. Tujuannya untuk mengobarkan semangat kaum Muslimin, agar menang dalam perang Salib (crusade).

Dia memerintahkan membuat peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad, enam abad setelah Rasulullah wafat. Peristiwa Maulid itu hingga kini masih dirayakan dalam berbagai bentuk, walaupun Dinasti Sa'ud melarangnya di Saudi Arabia. Karya-karya tertulis berbahasa Arab banyak ditulis dalam puisi dan prosa untuk menyambut kelahiran Nabi Muhammad itu.

Dengan demikian, Gus Dur melanjutkan, dua kata (Natal dan Maulid) mempunyai makna khusus, dan tidak bisa disamakan. Dalam bahasa teori Hukum Islam (fiqh) kata Maulid dan Natal adalah "kata yang lebih sempit maksudnya, dari apa yang diucapkan" (yuqlaqu al'am wa yuradu bihi al-khash). Penyebabnya adalah asal-usul istilah tersebut dalam sejarah perkembangan manusia yang beragam. Artinya jelas, Natal dipakai orang-orang Kristiani, sedangkan maulid dipakai orang-orang Islam.

Menurut Gus Dur , Natal dalam kitab suci Alquran disebut sebagai "yauma wulida" (hari kelahiran, yang secara historis oleh para ahli tafsir dijelaskan sebagai hari kelahiran Nabi Isa, seperti terkutip: "kedamaian atas orang yang dilahirkan (hari ini)" (salamun yauma wulid) yang dapat dipakaikan pada beliau atau kepada Nabi Daud. Sebaliknya, firman Allah dalam surat al-Maryam: "Kedamaian atas diriku pada hari kelahiranku" (al-salamu 'alaiyya yauma wulidtu), jelas-jelas menunjuk kepada ucapan Nabi Isa.

Bahwa kemudian Nabi Isa 'dijadikan' Anak Tuhan oleh umat Kristiani, adalah masalah lain lagi. Artinya, secara tidak langsung Natal memang diakui oleh kitab suci al-Qur'an, juga sebagai kata penunjuk hari kelahiran beliau, yang harus dihormati oleh umat Islam juga. Bahwa, hari kelahiran itu memang harus dirayakan dalam bentuk berbeda, atau dalam bentuk yang sama tetapi dengan maksud berbeda, adalah hal yang tidak perlu dipersoalkan.

"Jika penulis ( Gus Dur ) merayakan Natal adalah penghormatan untuk beliau (Isa) dalam pengertian yang penulis yakini, sebagai Nabi Allah SWT."

Dengan demikian, Gus Dur melanjutkan, "menjadi kemerdekaan bagi kaum Muslimin untuk turut menghormati hari kelahiran Nabi Isa, yang sekarang disebut hari Natal. Mereka bebas merayakannya atau tidak, karena itu sesuatu yang dibolehkan oleh agama. Penulis ( Gus Dur ) menghormatinya, kalau perlu dengan turut bersama kaum Kristiani merayakannya bersama-sama."

Dalam litelatur fiqih, Gus Dur mengimbuhkan, jika seorang muslim duduk bersama-sama dengan orang lain yang sedang melaksanakan peribadatan mereka, seorang Muslim diperkenankan turut serta duduk dengan mereka asalkan ia tidak turut dalam ritual kebaktian. Namun hal ini masih merupakan ganjalan bagi kaum muslimin pada umumnya, karena kekhawatiran mereka akan dianggap turut berkebaktian yang sama.

"Karena itulah, kaum Muslimin biasanya menunggu di sebuah ruangan, sedangkan ritual kebaktian dilaksanakan di ruang lain. Jika telah selesai, baru kaum Muslimin duduk bercampur dengan mereka untuk menghormati kelahiran Isa al-Masih."

sumber:www.merdeka.com diunduh tgl 15-12-2013

Minggu, 16 November 2014

Cinta yang berpikir tentang dirinya



[sebuah cerpen]
Mimpi dari Blambangan
Oleh : Hudy Majnun

Minggu, 25 Oktober 1999, 14.45
Sekilas tanggal di atas seperti sebuah jadwal pemberangkatan kereta pada sebuah stasiun. Ya, memang benar, itu adalah jadwal pemberangkatan sebuah kereta. Kereta terakhir yang harus Soir nikmati sebuah kepergiannya atau sebuah kepulangan. Kereta terakhir yang harus membuatnya melambaikan tangan, kereta terakhir tanpa salam seperti biasanya, kereta yang di dalamnya adalah seorang yang dianggap kekasih oleh Soir. Di kereta itu ada seorang perempuan bernama Medi, seorang sarjana muda. Ia adalah kekasih Soir, seorang mahasiswa di ujung barat. Mahasiswa semester tua yang hampir gelap.  


Beberapa jam sebelum keberangkatan kereta “pandanwangi” ada cerita yang menceritakan banyak cerita yang berlalu, yang menceritakan banyak skenario Tuhan yang berlalu, Soir bilang itu takdir. Karena sebelum dua sejoli ini bertemu pada hari itu, mereka telah banyak berdebat mengenai apa itu Takdir. Bahkan pada akhirnya Medi pun marah karena mendengar pendapat Soir yang terkesan egois dan menjengkelkan. “kita harus melawan takdir tuhan”, kata Soir, tapi Medi bilang  “takdir tuhan tidak bisa berubah, kita hanya bisa berusaha tapi Tuhan yang menentukan”. Persepsi yang sedikit rumit, tapi itu seperti sebuah perlawanan terhadap takdir, adalah usaha untuk merubah nasib/hidup, dan Soir pikir itu termasuk dalam takdir Tuhan. Diakhir pembicaraan adalah kesimpulan yang tak berkesudahan, Medi pun marah, atau mungkin mereka marahan. Perdebatan yang mereka lakukan adalah sama-sama tidak mempunyai dasar yang kuat, Medi dengan pengetahuan agamanya yang biasa-biasa saja menggunakan agama sebagai pedoman berdebat, sedang Soir tak berpedoman apa, ia menempatkan dirinya sebagai suatu yang netral, terus bertanya semakin dalam dan disana ditemukan ketiadaan. 


Malam minggu Medi memberanikan diri untuk datang ke kota tempat Soir tinggal, Medi bilang akan memberi kejutan. Tapi sungguh sayang Soir tak mengharapkannya datang waktu itu, karena banyak tanggungjawab yang harus Soir selesaikan. “kupikir kamu senang aku ke Binong” dalam pesan yang dikirim Medi melalu medsos. Soir terpaksa berbohong, agar tak meninggalkan tanggungjawabnya dan tak mengecewakan Medi. Dalam hati Soir bermaksud bahwa kebohongan itu adalah satu-satunya cara agar hubungan mereka masih baik. Tapi kemungkinan lain Medi akan tambah sakit hati atau kecewa dengan hal demikian. Memang pada waktu itu Soir sedang sibuk dengan berbagai tanggungjawab yang ia pikul, maklum Soir adalah salah satu mahasiswa yang aktif dalam sebuah ormawa. Kemungkinan juga bahwa Soir adalah lelaki yang sangat tega, entah menurutmu seperti apa dan bagaimana.


Medi tetap berangkat ke Binong, dari blambangan ia naik kereta.  Sekitar pukul setengah 11 malam ia sampai di Binong, tanpa dijemput oleh Soir, Medi bermalam di tempat teman wannitanya. Teman saat masih kuliah. Dulunya Medi kuliah di salah satu universitas besar di Binong, namanya UBI. Soir pun kuliah di universitas yang sama, namun beda fakultas. Tak perlu kujelaskan mereka fakultas apa, jurusan apa, mata kuliahnya apa, atau nilai mereka bagaimana karena itu tak terlalu berpengaruh terhadap kisah ini. Maksud Medi datang ke Binong hanya untuk menyampaikan sebuah perasaan. Medi ingin berbicara mengenai hubungan mereka yang semakin tak pasti menurut Medi. Lagi-lagi, mereka juga sering berdebat mengenai apa itu sebuah hubungan “pacaran”, mereka memiliki persepsi yang berbeda mengenai hubungan. Hubungan menurut Soir, hanya masalah komitmen, dan tak perlu komunikasi yang berlebihan. Soir lebih suka kalau hubungan itu adalah milik berdua dan jadi rahasia berdua, karena Soir pikir hubungan pertemanan biasa dengan pacaran tidak mempunyai batas yang jelas. Orang berteman bisa saja seperti orang pacaran kalau mereka saling suka, sebaliknya orang pacaran bisa seperti orang berteman, bisa seperti musuh kalau sudah saling marah. Semuanya bergantung pada perasaan dan komitmen mereka terhadap perasaan masing-masing. Bagi Soir kehidupan sepasang kekasih masih mempunyai rahasia masing-masing “mandiri”, artinya tak harus semua masalah dalam hidup mereka harus saling tahu. Berbeda dengan Medi, hubungan dalam persepsinya harus selalu komunikasi, baik pesan tulis ataupun suara. Baginya pacar adalah tempat mengadu, tempat berbagi dalam segala masalah, dan sebagainya. Itu seperti pacaran yang dirasakan Soir saat masih sekolah. Tidak jarang juga Medi marah hanya gara-gara Soir tak mau memasang foto Medi pada sebuah akun medsos yang dimiliki Soir. Masalah sepele yang tak patut menjadi masalah.


*

Malam pun berlalu, hanya sedikit gelap yang dinikmati Soir dengan bermimpi, karena sampai larut malam ia berdiskusi dengan teman-temannya. Matahari sungguh menyilaukan, dengan kesadaran yang tak 100%, pagi-pagi Soir menjemput Medi untuk membicarakan misi yang ia bawa dari tanah blambangan. Mereka sepakat untuk berbicara dalam ruang tanpa skat, dan mereka bebas untuk sedekat apa dan berbuat apa. Namun, yang terasa di hati mereka tak mendukung untuk sebuah kedekatan yang dibayangkan. Pembicaraan berlangung begitu lama dalam hitungan waktu, namun begitu sebentar dengan hitungan rasa. Tak sedikit air mata yang tercurah, tak sedikit gelisah yang membuat Soir gerah. Soir tetap tenang dengan diam tanpa rasa, dan Soir tak tega mengatakan mengapa ia demikian. Medi banyak menceritakan bagaimana agar hubungan mereka tetap baik dan tak memakan hati masing-masing. Selama ini hubungan mereka memang indah di awal, namun pada akhirnya, entah karena apa, rasa yang dulu muncul tiba-tiba kini perlahan menghilang sia-sia. Mungkin karena jalan pikiran yang berbeda, mungkin juga karena mereka sering berdebat dan tak ada yang mau mengalah, kemungkinan lain salah satu dari mereka sudah bosa, kemungkinan kecil mereka telah saling berkhianat dan telah menemukan orang lain yang baru atau orang dari masa lalu. Semua kemungkinan masih bisa menjadi mungkin, walau peluangnya untuk terjadi sangat kecil. Tapi, dalam kehidupan kemungkinan yang kecil bisa mengubah banyak hal.


Soir dan Medi baru bertemu sekitar 3 bulan yang lalu, pertemuan mereka memang tak dapat dilupakan. Pertemuan yang konyol, tapi mengesankan. Kesempatan mereka untuk menjalin hubungan pacaranpun terjadi setelah 2 hari mereka lewati bersama, menyusuri kota-kota, gunung-gunung, dan jalan berselimut hujan. Di awal mereka menyepakati hubungan, sudah harus ada air mata. Medi menangis karena Soir membuatnya kecewa. Pada waktu itu, Medi bersikeras untuk pulang, padahal itu dini hari, sekitar jam 2 malam. Soir membujuk dan merayu agar Medi lebih sabar dan tenang dulu, dan itu berhasil, Medi mau untuk pulang keesokan harinya dengan perasaan bahagia walau ada air mata. Mereka istirahat disebuah gubuk yang ditinggalkan penghuninya. Penghuninya masih menikmati musim libur panjang hari raya idul fitri. Soir memutuskan untuk istirahat digubuk itu, karena Soir adalah salah satu penghuni gubuk itu, sebuah gubuk dibawah rimbun pepohonan. Gubuk yang biasa Soir gunakan sebagai tempat berkumpul dengan teman-temannya, sekaligus tempat berdiskusi.


Hubungan Soir dan Medi terjadi dengan sangat singkat, tapi dari awal mereka berkenalan di medsos, sudah mulai tumbuh benih-benih rasa saling menyukai. Akhirnya mereka sepakat untuk melakukan pertmuan dengan berpetualang bersama. Di situ benih-benih rasa mereka semakin tumbuh lalu terjadi kesepakatan. Tapi ada kemungkinan kecil, yaitu benih-benih rasa mereka mati atau hilang, karena pertemuan yang berlangsung cukup lama banyak mengundang nafsu, dan mungkin karena nafsu itulah mereka menjalin hubungan. Entahlah. Aku tidak bisa memprediski atau menentukan kemungkinan mana yang benar-benar terjadi. Atau kita bebas menggunakan kemungkinan mana saja sebagai alur cerita yang kita sukai. 


**

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan hampir jam 2 siang, berarti pemberangkatan kereta Medi tinggal beberapa menit lagi. Soir kemudian mengantar Medi ke stasiun. Sebelum kereta terakhir berangkat, mereka menyimpulkan pembicaraan pada satu kesepakatan baru. Mereka mengakhiri hubungan yang disepakati. Soir dan Medi tak perlu saling mencari tahu lagi, mungkin Soir juga tak perlu merindunya lagi. Kini mereka bisa hidup lebih masing-masing, daripada masing-masing yang sebelumnya, lebih mandiri dari mandiri yang sebelumnya. 


Ada hal aneh yang Medi lakukan ketika kepergiannya diambang pintu, Medi membuka handphone Soir, lalu menemukan pesan dari seorang teman wanita Soir. Medi pun marah. Soir mengerti kemarahannya adalah kecemburuan atau karena prasangka buruk tentang perilaku Soir. Padahal dalam pesan itu hanya percakapan biasa, hanya berupa ucapan selamat tidur, untuk teman wanita Soir dan dari teman wanita Soir. Wanita itu bernama Lala. Dalam hati Soir berkata “Itu memang teman wanitaku yang dulu sempat spesial di hatiku, dan sempat menjadi cerita penting dalam hidupku, dan wanita itu adalah sebuah rasa yang selalu menemani dan tak pernah pergi, walau aku tak tau dalam hati yang mana. Mungkin hati yang paling dalam”. Kesimpulannya, wanita dalam hp itu memang pantas dicemburui, meski tak ada hubungan apa-apa dengan Soir, ia adalah pendamping dalam hidup Soir yang sebenarnya, penolongnya saat dalam lelap keduniawian. “maafkan sayang, itu adalah hal yang tak pernah aku ceritakan kepada siapapun pendampingku di dunia. Karena ceritakupun takkan masuk dalam akal sehat. Sebab itu adalah sebuah kegilaan” dalam hati Soir.


Semua berlalu, Soir mengantar Medi ke stasiun kereta, tempat Medi biasa melambaikan senyuman terakhir untuk Soir. Sebelum-sebelumnya Soir merasa binasa dengan suara klakson kereta, bertanda mereka akan ada dalam ruang yang berbeda. Tapi setelah terjadi kesepakatan untuk memutus hubungan pacaran mereka, suara klakson kereta seperti sebuah trompet perayaan tahun baru, dalam hati Soir senang, meski dia tak bisa mengekspresikannya dengan tawa ataupun dengan apapun indra yang ia miliki, itu karena Soir sedang lemas, akibat kurang tidur. Dalam perjalanan, Medi hanya diam, mungkin sedang memendam rasa sakit, akibat pesan dari teman wanita Soir, atau mungkin rasa ingin cepat pergi, karena tak tahan bersama Soir, atau karena ada seseorang yang entah siapa sedang menunggunya di tanah Blambangan, semuanya adalah kemungkinan yang tidak dapat dipungkiri.


Hari itu Soir seperti “innocent” tanpa ekspresi dengan apapun yang terjadi, bahagia atau duka, mukanya tetap datar. Di dalam kereta terakhir tak ia temui Medi duduk dimana, biasanya Medi berada di jendela samping kanan, agar bisa melihat Soir pada batas kaca jendela yang remang-remang. Soir terus menempelkan muka pada kaca jendela ruang tunggu, satu-satunya tempat agar bisa melihat keberangkatan kereta. Soir tak peduli terlihat konyol, dengan tatapan penuh tanya, dengan tatapan yang mencari, mencari Medi yang dibalik jendela berkaca hitam. Orang-orang di stasiun banyak yang memperhatikan Soir, karena tingkah Soir seperti orang gila, termenung dengan wajah menepel kaca, dan dengan tatapan kosong. Tapi Soir merasa bahwa dirinya sedang sendiri, ia tak mengerti apa atau siapa yang sedang terjadi di sekitarnya.  Soir merasa bingung, haruskah ia hancur hati ? sedang kepergian Medi adalah takdir yang ia harapkan.


Perilaku Soir saat menyaksikan keberangkatan kereta bermaksud hanya agar Medi tak terlalu buruk memikirkan tentang Soir, agar Medi berpikir bahwa Soir merasa sangat kehilangan. Itu saja. Dilain sisi, Soir seperti benar-benar merasa kehilangan dan hancur, mungkin itu terjadi karena Soir adalah aktor yang pandai memainkan segala peran. Kereta berlalu, Soir pun beranjak pergi meninggalkan stasiun. Sampai di tempat kostnya, Soir langsung tertidur tanpa mengubah apapun yang dipakainya. Blak ! Soir menjatuhkan diri pada kasur yang tergeletak di lantai kamarnya. Seketika Soir tertidur, dalam mata yang terpejam ia mulai mengerti, bahwa semua yang terjadi seperti mimpi, atau mungkin itu memang mimpi yang benar-benar ia lalui. Dan ketika Soir terbangun dan membuka mata, ia seperti kembali bermimpi. Entahlah, hidup yang sebenarnya apakah saat ia membuka mata atau saat ia membuka mata. Dalam benak Soir bertanya “apa yang sebenarnya aku lihat saat tertidur, dandengan apa aku melihat, sedang mataku terpejam?”, tak tau pertanyaan itu ditujukan kepada siapa. Dilain sisi, Medi benar-benar telah menangis sambil menikmati pemandangan dari jendela kereta. Medi menganggap semua yang terjadi hari itu adalah kenyataan yang entah masuk dalam takdir Tuhan atau tidak.