Sabtu, 17 Januari 2015

Dua Kata

Oleh : Hudy Majnun

#1
Kamu bukan sekedar malam, walau hanya bayang-bayang, kau adalah pilihan. Diantara seribu kerikil, aku hanyalah pasir berselimut derita diantara seribu tawa. Memang menyakitkan, hanya untuk melihat dan merasakan gelapnya malam, aku terinjak-injak napsu kehidupan. Ketika terdengar bisik kabar malam yang berduka, aku bagai diambang pintu neraka, ketika tangis menjadi kewajiban aku hanya bisa membendung air mata, lalu luka hati semakin menganga tersembur bara nyalanya sendiri. Aku tak harus bingung mau kemana, karena pedihnya membuatku semakin tak ada.



 #2
Jalan panjang terbentang tak terbatas. Namun ku pasang rambu-rambu yang membuatku tak mampu bebas. aku melihatmu dengan mata yang terbatas. Di lain sisi, mataku yang lain melihatmu seperti delapan mata arah angin. kemana aku berpaling disitu Kau bermakna. Kurasa air mata ini mengalir, saat dirimu tak lagi hadir, aku dilanda rindu. Kuarasa air mata ini semakin deras mengalir, saat aku dan dirimu menjadi satu, aku dilanda cinta. Aku memang tak mampu memelukmu. Aku bukan lagi sekedar terlena dimabuk rasa. Lebih dari itu, lebih dari apa yang telah menjadi ketentuan manusia. Kegilaan mungkin telah melanda. rambu-rambu yang membuatku tak bebas, tak lagi berarti. Tapi aku tak pernah melampaui batas. Itu hanya harapan. Dan pertemuan kita masih kurumuskan dalam butiran tasbih. Kerinduanku masih ku uji dengan syair-syair yang membuatku tak berarti. Lalu cintaku masih tertatih, meniti lelah dan lemah diriku menghadapi kehidupan.

2 komentar: