Pendidikan di Indonesia semakin
berkembang, menjadi pendidikan yang modern. Akan tetapi masalah pendidikan juga
banyak bermunculan, dan bahkan pendidikan ditempuh hanya sebagai formalitas
untuk mendapatkan ijazah atau gelar. Kemudian kualitas pengetahuan mereka tidak
menjadi tujuan utama dalam menempuh pendidikan. Contoh kecil di desaku yang mana
mayoritas warganya sangat mendambakan menjadi PNS. Namun yang terjadi sangat
ironis. Setelah mereka menjadi guru, yang diburu hanya jabatan dan uang, sedangkan kualitas murid-murid mereka menjadi nomer sekian. Ini
terbukti saat banyak murid yang lulus maka banyak juga tambahan angka
pengangguran.
Kualitas dan keseriusan guru tersebut
juga perlu dipertanyakan. Coba kita bayangkan bagaimana seorang guru memberikan
nilai diatas rata-rata pada murid-muridnya, yang mana murid tersebut hanya
menguasai pelajaran sekitar 30%. Banyak kemungkinan yang terjadi, bisa saja
guru itu di bayar, atau mungkin guru tersebut kasihan terhadap muridnya,
kemungkinan lain yaitu agar sekolah tersebut tidak tercoreng namanya, lantaran
banyak siswa yang tidak lulus atau tidak naik kelas. Itu hanya perkiraanku yang
belum pasti kebenarannya. Ada hal yang mungkin sedikit menggelitik, yaitu di
desaku banyak sekali guru-guru SD, SMP dan SMA
yang menurut saya ia belum pantas mengajar, karena di kelas mereka hanya
menjadi lelucon bagi murid-muridnya. Itu terjadi karena mereka menjadi pengajar
dengan latar pendidikan yang pantas, misalnya hanya lulusan SMA sudah mengajar SD, sedang di SMA mereka tak
pernahberprestasi. Dapat kita bayangkan
bagaimana perkembangan anak itu kedepannya. Seorang anak kecil yang tidak tau
apa-apa di ajari/digurui oleh lulusan SMA dengan predikat terpaksa.
Apakah sistem pendidikan di Indonesia tidak punya
kriteria jelas mengenai seorang tenaga pengajar/guru?
Cerita SMA
Ini
tentang realitas yang terjadi saat aku masih duduk di SMP, atau waktu SMA,
namun yang masih bisa kuputar jelas dalam pikiran adalah waktu SMA. Bukan
sekedar khayalan saja tapi indra-indraku menjadi saksi apa yang terjadi dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Sekolahku memang hanya sebagian kecil dari
indonesia, tapi aku dapat menerka-nerka bahwa ini tidak hanya terjadi di
sekolahku saja. Tidak menutup kemungkinan bahwa sekolah lain juga seperti ini.
Sekolahku hanya sebagai contoh kecil, agar pemerintah dapat memahami bagaimana
pendidikan di tempat-tempat terpencil. Saya adalah Murid lulusan tahun 2010
dari SMAN ******** Prov. Jawa Timur, Indonesia. Saya tinggal di desa Soklak,
wonokusumo.
Waktu
SMA pelajaran yang paling tidak saya sukai adalah pelajarah Bhs. Inggris, itu
karena beberapa faktor, antara lain; memang sulit, aku mungkin memang bodoh,
tidak bisa mengingat tiap kalimat dan
mungkin guruku yang kurang enak. Oleh karena itu dalam pelajaran
Bhs.Inggris saya tidak pernah mendapatkan nilai bagus, paling bagus dapat nilai
60 saat ulangan harian atau ujian semester (itupun hasil contekan). Untung di
sekolahku hanya di ajari dua bahasa asing, yaitu Bhs. Inggris dan Bhs. Arab.
Maklumlah sekolahku berada di tempat terpencil yang jarang dilihat oleh
kalangan Raja(pemerintah). Tapi aku pikir tempat ini masih Menjadi bagian dari Indonesia.
Saat
kelas 2 sampai kelas 3 semester 1, saya selalu juara dua di kelas(maaf itu bukan berarti saya pintar, mungkin guru
saya yang kurang pintar), aneh sekali rasanya, tapi mungkin itu karena pesaing
di kelasku semakin sedikit dan lagi saya ambil jurusan IPS. Hal yang lebih
menakjubkan, yaitu saya lulus UN dengan nilai Bhs. Inggris 7,40 (amajing), paling
tidak dengan nilai seperti itu saya sudah bisa sedikit bercakap-cakap dengan
menggunakan Bhs. Inggris, tapi kenyataannya mendiskripsikan diri sendiri saja
saya perlu remidi dua kali(ironis). Satu hal lagi yang menakjubkan, yaitu nilai
Matematika saya dapat 9,00, rasanya saya berdosa besar pada Indonesia(minal
aidzin wal faidzin Indonesiaku L). Pada akhirnya saya mendapatkan
juara satu dalam nilai
tertinggi(UAS+US+UN), itu tidak pernah saya lupakan dalam sejarah hidup saya.
Apalagi waktu pengumaman nilai tertinggi di saksikan oleh para wali
murid(maaf bukan maksud saya untuk
sombong, itu hanya fakta-fakta untuk mengungkap misteri yang terjadi di
sekolah-sekolah Indonesia, terutama di sekolahku). Pertanyaan besarnya, apa
yang terjadi dengan sekolahku, hingga aku mendapatkan prestasi seperti itu,
padahal aku sama sekali tidak pintar?. Kita dapat mengira-ngira apa yang
trjadi. Saya akan mengungkap misteri bagaimana semua itu terjadi, tapi itu
nanti saja dan tolong jaga rahasia ini.
Pendidikan
Indonesia
dan pendidikan, saya tidak pernah mendapatkan materi tentang definisi hal
tersebut, dimanapun, tapi saya akan sedikit mengunggkapkan bagaimana definisi
pendidikan menurut saya. pertanyaan “ Apa yang dimaksud dengan pendidikan ?”
Jawaban, “Pendidikan adalah suatu aktifitas sekerumunan manusia yang sedang
membicarakan sesuatu, dan bermaksud
untuk memecahkan atau sekedar membuka pikiran pada tiap-tiap individu yang
berada dalam kerumunan tersebut. Di dalam kerumunan tersebut ada satu atau dua
orang sebagai fasilitator atau pemateri, tapi bukan untuk menggurui, (Kerumunan
itu ada yang formal dan ada yang nonformal). Mungkin itu seperti diskusi, namun
tidak hanya pembicaraan saja, tapi terlihat dalam tindakan nyata. Lalu setelah
pembicaraan dan contoh itu selesai akan ada perubahan dalam pola pikir sehingga
menyebabkan tiap individu semakin baik dalam bertindak atau berbuat dan semakin
kreatif karena pikiran mereka sudah terbuka. Jika tiap individu sudah mengalami
proses tersebut, dapat kita bayangkan sendiri bagaimana Indonesia di tahun-tahun
yang akan datang” itu definisi pendidikan menurut saya. Itu pasti mendapatkan
nilai 99 atau bahkan 101 di sekolah saya. Tapi apa yang terjadi dengan sistem
pendidikan Indonesia saat ini?
Di
sekolah, saat sudah pembagian raport biasanya guru-guru tidak memberikan
materi(yang ada di LKS), tapi mereka hanya bercerita, atau istilah kerennya Shering.
Pada kesempatan itu guru sering menanyakan “apakah
kalian puas dengan nilai yang kalian dapat ?” pastinya murid akan menjawab “iya pak/buk(dengan serempak)”. Ketika
murid sudah menjawab guru sering mengungkapkan bagaimana mereka memberi nilai
pada murid-muridnya. Perkataan yang saya ingat,”masih untung kalian dapat nilai 60, sebenarnya kalian hanya dapat
nilai 40, tapi saya Kasihan kalau ada dari kalian yang tidak naik kelas”
begitu kata salah seorang guru. Apakah para guru selalu menggunakan unsur ini
dalam mendidik anak-anak muridnya(pemuda), yang sering kita dengar bahwa mereka
adalah harapan Bangsa. Atau mungkin para guru tersebut masih berada dalam jaman
Romantisme, yang lebih mengutamakan perasaan dari pada logika(renungkan
sendiri!). Lalu bagaimana dengan kualitas otak(pemikiran) mereka(para murid)???,
padahal Otaklah yang menjadi unsur utama dalam segala hal, apa yang akan
dilakukan manusia terhadap apapun disekitarnya. Kita memang manusia yang
memiliki hati dan perasaan, tapi tidakkah lebih kasihan bila melihat masa depan
anak-anak bangsa yang suram karena pikiran mereka tidak pernah kita didik
dengan sebenarnya, dibandingkan dengan nilai yang bagus hanya agar mereka naik
kelas atau lulus sekolah. Lalu siapa yang salah ketika murid-murid lulus
sekolah hanya untuk menambah angka pengangguran?. Ini sangat ironis. Jangan
pernah bandingkan pendidikan Indonesia dengan negara lain, itu pastilah
memalukan jika kita tau misteri-misteri yang terjadi di dalamnya.
Tradisi akademik
Inilah
sistem pengajaran/akademik yang ada di sekolahku, tapi ini pasti terjadi juga
disekolah-sekolah lain, dan aku dapat tau hal itu, karena sekarang aku banyak
kenal dengan teman-teman yang berasal dari sekolah lain tentunya masih di Indonesia. Kami sering berkumpul, untuk sekedar ngopi
atau melakukan hal-hal konyol lainnya, tapi dari situ aku dapat mengetahui
bagaimana keadaan sekolah mereka dulu dan guru-guru yang mengajari
mereka(teman-temanku). Inilah Faktanya.
Pada
saat pelajaran guru sering menyampaikan materi dengan sangat panjang sampai aku
terkantuk-kantuk bahkan tidur di dalam kelas. Mungkin itu karena sang Guru
hanya membacakan materi yang ada dalam
buku ajar atau LKS(lembar kerja siswa) yang dapat saya beli dengan harga Rp.
4000-6000, dan hal yang saya ingat bahwa itu sangat membosankan. Saat guru
membacakan materi murid kadang wajib mencatat, kadang hanya mendengarkan tapi
tidak boleh rame. Kadang hal tersebut terjadi sampai bel pergantian pelajaran. Hal
yang paling tidak enak yaitu ketika guru tidak bisa mengajar karena ada hal
yang lebih penting “daripada hanya sekedar mengajar muridnya”, mereka
menitipkan banyak catatan yang wajib dicatat oleh semua siswa di kelas. Yang
mencatat di papan biasanya sekertaris kelas(kasian sekali sekertaris itu), padahal
materi yang di catat dapat dari mbah Google. Seharunya seorang guru tidak
seperti itu, mungkin itu karena guru tersebut tidak pernah mendapat pelatihan
menjadi seorang guru, atau mungkin guru tersebut mengajar hanya untuk mendapatkan
uang. Tapi tak semua guru seperti itu ada juga yang mengajak muridnya untuk
diskusi, itu lumayan untuk menghilangkan kantuk, karena aku sedikit berpikir.
Untuk
setiap guru baru, apalagi guru sokwan saat pertemuan pertama tidak langsung
memberikan materi untuk dibicarakan. Mereka hanya mebuang waktu pelajaran
dengan perkenalan dan cerita-cerita konyol mereka, bisa dibilang itu curhat.
Karena hal tersebut sudah menjadi tradisi, maka setiap pertemuan pertama, untuk
guru baru harus melakukan hal tersebut, kalau tidak setiap murid akan mengeluh
bahkan ketika guru tetap mengajar para murid enggan untuk mendengarkan. Yang
jelas itu adalah tradisi yang tidak baik. Cara mengubahnya dapat dilakukan
perlahan dengan mengubah sedikit demi sedikit kebiasaan tersebut. Diskusi akan
lebih efektif, asalkan seorang guru bisa menguasai kelas, dan perlahan mengajak
para murid untuk berpikir.
Itulah
yang terjadi di sekolahku, saat aku memikirkannya lagi, akupun mulai khawatir
dengan adik-adikku jika hal tersebut terus seperti itu. Tapi apakah kalian juga
khawatir?. Kadang aku berpikir akan menyekolahkan adik-adikku disekolah yang
berstandart Internasional bahkan di luar negri(Di Luar Indonesia). Setidaknya
disana adik-adikku tidak akan banyak menemui hal-hal misterius seperti yang ku
alami, karena aku tak ingin adik-adikku bernasib sama sepertiku(terlalu lama
untuk sadar). Itu hanya impianku saja karena itu merupakan hal yang mustahil
ketika aku mendapati kenyataanku dalam keadaan ekonomi yang pas-pasan seperti
saat ini. Saat kalian sudah tau bagaimana misteri-misteri itu terjadi,
harapanku untuk pendidikan indonesia, semoga tidak ada lagi guru yang menggurui
hanya untuk sepeser uang yang akan ia dapatkan. Mengajarlah dengan tulus,
dengan sistem yang benar, dengan objektif, jangan hanya berbicara sendiri di
depan kelas, ajaklah murid-muridmu untuk berpikir, agar mereka sama pintarnya
denganmu dan ilmu yang kalian berikan benar-benar bermanfaat untuk hidup mereka,
untuk masa depan mereka, dan untuk Indonesia.
Rahasia yang saya janjikan
Saya
akan sedikit membocorkan misteri yang terjadi pada cerita diatasi, tapi ini
harus jadi rahasia antara penulis dan pembaca, karena dulu saya telah berjanji
pada guru saya untuk menjaga rahasia ini. Tapi kini saya sadar hal tersebut
adalah racun pendidikan. Ok.. pada saat menjelang ujian, saya menjadi agen di
kelas dengan beberapa teman lainnya, tapi tidak semuanya. Di sekolahku tiap
murid yang mau ikut UN tidak dilarang membawa HP. Saat ujian berlangsung
sekitar 30-45 menit saya mendapatkan sms kunci jawaban. Saya tidak tau itu no.
siapa dan dari mana, yang jelas itu rahasia guru. Tugas saya sebagai agen
adalah untuk menyebarkan sms tersebut pada teman-teman yang lain. Setelah saya
menyebarkan sms itu saya langsung menhapusnya. Begitulah yang terjadi sejak
pertama sampai akhir UN. Hanya sedikit sekali soal yang saya jawab dengan
pikiran sendiri, selebihnya mengikuti sms kunci jawaban tersebut. Al hasil, SMA
saya lulus 100%. Tapi setelah kelulusan tersebut hanya sedikit yang di terima
di perguruan tinggi selebihnya banyak yang menganggur dan banyak pula yang
menikah. Itu terjadi mungkin karena pikiran mereka tidak benar-benar terasah saat
sekolah sehingga kemampuan mereka sangat minim. Banyak dari teman-teman saya
saat ini yang hanya menjadi buruh harian, pengangguran, mungkin juga ada yang
jadi preman. Saya tidak tau pasti bagaimana kehidupan mereka sekarang. Lulusan
tahun 2010 ada sekitar 10 orang yang mencoba mendaftar di PTS, tapi tidak ada
yang lolos, kecuali saya. Itu membuat saya sedih. Selanjutnya ada beberapa
teman yang daftar di PTS.
Saya
yakin sekali bahwa hal semacam ini tidak hanya terjadi di sekolahku, bisa saja
semua sekolah di Indonesia seperti ini. Semoga ini bisa jadi bahan renungan
agar kita semua mulai memikirkan bagaimana mengatasi hal tersebut, yang selalu
berujung menjadi masalah yang tak pernah terpecahkan, yaitu pengangguran. Sekali
lagi, ini adalah rahasia, tapi saya
tidak takut untuk menceritakan, karena saya tau yang kulakukan adalah benar.
Saya tidak ingin ada hal semacam itu lagi, demi teman-teman, demi adik-adikku, demi
pendidikan, demi masa depan dan demi INDONESIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar