Selasa, 18 November 2014

Wajah Lain

Pendidikan di Indonesia semakin berkembang, menjadi pendidikan yang modern. Akan tetapi masalah pendidikan juga banyak bermunculan, dan bahkan pendidikan ditempuh hanya sebagai formalitas untuk mendapatkan ijazah atau gelar. Kemudian kualitas pengetahuan mereka tidak menjadi tujuan utama dalam menempuh pendidikan. Contoh kecil di desaku yang mana mayoritas warganya sangat mendambakan menjadi PNS. Namun yang terjadi sangat ironis. Setelah mereka menjadi guru, yang diburu hanya jabatan dan uang, sedangkan kualitas murid-murid mereka menjadi nomer sekian. Ini terbukti saat banyak murid yang lulus maka banyak juga tambahan angka pengangguran.
Kualitas dan keseriusan guru tersebut juga perlu dipertanyakan. Coba kita bayangkan bagaimana seorang guru memberikan nilai diatas rata-rata pada murid-muridnya, yang mana murid tersebut hanya menguasai pelajaran sekitar 30%. Banyak kemungkinan yang terjadi, bisa saja guru itu di bayar, atau mungkin guru tersebut kasihan terhadap muridnya, kemungkinan lain yaitu agar sekolah tersebut tidak tercoreng namanya, lantaran banyak siswa yang tidak lulus atau tidak naik kelas. Itu hanya perkiraanku yang belum pasti kebenarannya. Ada hal yang mungkin sedikit menggelitik, yaitu di desaku banyak sekali guru-guru SD, SMP dan SMA  yang menurut saya ia belum pantas mengajar, karena di kelas mereka hanya menjadi lelucon bagi murid-muridnya. Itu terjadi karena mereka menjadi pengajar dengan latar pendidikan yang pantas, misalnya hanya lulusan SMA sudah  mengajar SD, sedang di SMA mereka tak pernahberprestasi.  Dapat kita bayangkan bagaimana perkembangan anak itu kedepannya. Seorang anak kecil yang tidak tau apa-apa di ajari/digurui oleh lulusan SMA dengan predikat terpaksa.
Apakah sistem pendidikan di Indonesia tidak punya kriteria jelas mengenai seorang tenaga pengajar/guru?
Cerita SMA
Ini tentang realitas yang terjadi saat aku masih duduk di SMP, atau waktu SMA, namun yang masih bisa kuputar jelas dalam pikiran adalah waktu SMA. Bukan sekedar khayalan saja tapi indra-indraku menjadi saksi apa yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sekolahku memang hanya sebagian kecil dari indonesia, tapi aku dapat menerka-nerka bahwa ini tidak hanya terjadi di sekolahku saja. Tidak menutup kemungkinan bahwa sekolah lain juga seperti ini. Sekolahku hanya sebagai contoh kecil, agar pemerintah dapat memahami bagaimana pendidikan di tempat-tempat terpencil. Saya adalah Murid lulusan tahun 2010 dari SMAN ******** Prov. Jawa Timur, Indonesia. Saya tinggal di desa Soklak, wonokusumo.
Waktu SMA pelajaran yang paling tidak saya sukai adalah pelajarah Bhs. Inggris, itu karena beberapa faktor, antara lain; memang sulit, aku mungkin memang bodoh, tidak bisa mengingat tiap kalimat dan  mungkin guruku yang kurang enak. Oleh karena itu dalam pelajaran Bhs.Inggris saya tidak pernah mendapatkan nilai bagus, paling bagus dapat nilai 60 saat ulangan harian atau ujian semester (itupun hasil contekan). Untung di sekolahku hanya di ajari dua bahasa asing, yaitu Bhs. Inggris dan Bhs. Arab. Maklumlah sekolahku berada di tempat terpencil yang jarang dilihat oleh kalangan Raja(pemerintah). Tapi aku pikir tempat ini masih Menjadi bagian dari Indonesia.
Saat kelas 2 sampai kelas 3 semester 1, saya selalu juara dua di kelas(maaf  itu bukan berarti saya pintar, mungkin guru saya yang kurang pintar), aneh sekali rasanya, tapi mungkin itu karena pesaing di kelasku semakin sedikit dan lagi saya ambil jurusan IPS. Hal yang lebih menakjubkan, yaitu  saya  lulus UN dengan  nilai Bhs. Inggris 7,40 (amajing), paling tidak dengan nilai seperti itu saya sudah bisa sedikit bercakap-cakap dengan menggunakan Bhs. Inggris, tapi kenyataannya mendiskripsikan diri sendiri saja saya perlu remidi dua kali(ironis). Satu hal lagi yang menakjubkan, yaitu nilai Matematika saya dapat 9,00, rasanya saya berdosa besar pada Indonesia(minal aidzin wal faidzin Indonesiaku L). Pada akhirnya saya  mendapatkan  juara satu dalam  nilai tertinggi(UAS+US+UN), itu tidak pernah saya lupakan dalam sejarah hidup saya. Apalagi waktu pengumaman nilai tertinggi di saksikan oleh para wali murid(maaf  bukan maksud saya untuk sombong, itu hanya fakta-fakta untuk mengungkap misteri yang terjadi di sekolah-sekolah Indonesia, terutama di sekolahku). Pertanyaan besarnya, apa yang terjadi dengan sekolahku, hingga aku mendapatkan prestasi seperti itu, padahal aku sama sekali tidak pintar?. Kita dapat mengira-ngira apa yang trjadi. Saya akan mengungkap misteri bagaimana semua itu terjadi, tapi itu nanti saja dan tolong jaga rahasia ini.
Pendidikan
Indonesia dan pendidikan, saya tidak pernah mendapatkan materi tentang definisi hal tersebut, dimanapun, tapi saya akan sedikit mengunggkapkan bagaimana definisi pendidikan menurut saya. pertanyaan “ Apa yang dimaksud dengan pendidikan ?” Jawaban, “Pendidikan adalah suatu aktifitas sekerumunan manusia yang sedang membicarakan sesuatu, dan  bermaksud untuk memecahkan atau sekedar membuka pikiran pada tiap-tiap individu yang berada dalam kerumunan tersebut. Di dalam kerumunan tersebut ada satu atau dua orang sebagai fasilitator atau pemateri, tapi bukan untuk menggurui, (Kerumunan itu ada yang formal dan ada yang nonformal). Mungkin itu seperti diskusi, namun tidak hanya pembicaraan saja, tapi terlihat dalam tindakan nyata. Lalu setelah pembicaraan dan contoh itu selesai akan ada perubahan dalam pola pikir sehingga menyebabkan tiap individu semakin baik dalam bertindak atau berbuat dan semakin kreatif karena pikiran mereka sudah terbuka. Jika tiap individu sudah mengalami proses tersebut, dapat kita bayangkan sendiri bagaimana Indonesia di tahun-tahun yang akan datang” itu definisi pendidikan menurut saya. Itu pasti mendapatkan nilai 99 atau bahkan 101 di sekolah saya. Tapi apa yang terjadi dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini?
Di sekolah, saat sudah pembagian raport biasanya guru-guru tidak memberikan materi(yang ada di LKS), tapi mereka hanya bercerita, atau istilah kerennya Shering. Pada kesempatan itu guru sering menanyakan “apakah kalian puas dengan nilai yang kalian dapat ?” pastinya murid akan menjawab “iya pak/buk(dengan serempak)”. Ketika murid sudah menjawab guru sering mengungkapkan bagaimana mereka memberi nilai pada murid-muridnya. Perkataan yang saya ingat,”masih untung kalian dapat nilai 60, sebenarnya kalian hanya dapat nilai 40, tapi saya Kasihan kalau ada dari kalian yang tidak naik kelas” begitu kata salah seorang guru. Apakah para guru selalu menggunakan unsur ini dalam mendidik anak-anak muridnya(pemuda), yang sering kita dengar bahwa mereka adalah harapan Bangsa. Atau mungkin para guru tersebut masih berada dalam jaman Romantisme, yang lebih mengutamakan perasaan dari pada logika(renungkan sendiri!). Lalu bagaimana dengan kualitas otak(pemikiran) mereka(para murid)???, padahal Otaklah yang menjadi unsur utama dalam segala hal, apa yang akan dilakukan manusia terhadap apapun disekitarnya. Kita memang manusia yang memiliki hati dan perasaan, tapi tidakkah lebih kasihan bila melihat masa depan anak-anak bangsa yang suram karena pikiran mereka tidak pernah kita didik dengan sebenarnya, dibandingkan dengan nilai yang bagus hanya agar mereka naik kelas atau lulus sekolah. Lalu siapa yang salah ketika murid-murid lulus sekolah hanya untuk menambah angka pengangguran?. Ini sangat ironis. Jangan pernah bandingkan pendidikan Indonesia dengan negara lain, itu pastilah memalukan jika kita tau misteri-misteri yang terjadi di dalamnya.

Tradisi akademik
Inilah sistem pengajaran/akademik yang ada di sekolahku, tapi ini pasti terjadi juga disekolah-sekolah lain, dan aku dapat tau hal itu, karena sekarang aku banyak kenal dengan teman-teman yang berasal dari sekolah lain tentunya masih di Indonesia.  Kami sering berkumpul, untuk sekedar ngopi atau melakukan hal-hal konyol lainnya, tapi dari situ aku dapat mengetahui bagaimana keadaan sekolah mereka dulu dan guru-guru yang mengajari mereka(teman-temanku). Inilah Faktanya.
Pada saat pelajaran guru sering menyampaikan materi dengan sangat panjang sampai aku terkantuk-kantuk bahkan tidur di dalam kelas. Mungkin itu karena sang Guru hanya membacakan materi yang ada  dalam buku ajar atau LKS(lembar kerja siswa) yang dapat saya beli dengan harga Rp. 4000-6000, dan hal yang saya ingat bahwa itu sangat membosankan. Saat guru membacakan materi murid kadang wajib mencatat, kadang hanya mendengarkan tapi tidak boleh rame. Kadang hal tersebut terjadi sampai bel pergantian pelajaran. Hal yang paling tidak enak yaitu ketika guru tidak bisa mengajar karena ada hal yang lebih penting “daripada hanya sekedar mengajar muridnya”, mereka menitipkan banyak catatan yang wajib dicatat oleh semua siswa di kelas. Yang mencatat di papan biasanya sekertaris kelas(kasian sekali sekertaris itu), padahal materi yang di catat dapat dari mbah Google. Seharunya seorang guru tidak seperti itu, mungkin itu karena guru tersebut tidak pernah mendapat pelatihan menjadi seorang guru, atau mungkin guru tersebut mengajar hanya untuk mendapatkan uang. Tapi tak semua guru seperti itu ada juga yang mengajak muridnya untuk diskusi, itu lumayan untuk menghilangkan kantuk, karena aku sedikit berpikir.
Untuk setiap guru baru, apalagi guru sokwan saat pertemuan pertama tidak langsung memberikan materi untuk dibicarakan. Mereka hanya mebuang waktu pelajaran dengan perkenalan dan cerita-cerita konyol mereka, bisa dibilang itu curhat. Karena hal tersebut sudah menjadi tradisi, maka setiap pertemuan pertama, untuk guru baru harus melakukan hal tersebut, kalau tidak setiap murid akan mengeluh bahkan ketika guru tetap mengajar para murid enggan untuk mendengarkan. Yang jelas itu adalah tradisi yang tidak baik. Cara mengubahnya dapat dilakukan perlahan dengan mengubah sedikit demi sedikit kebiasaan tersebut. Diskusi akan lebih efektif, asalkan seorang guru bisa menguasai kelas, dan perlahan mengajak para murid untuk berpikir.
Itulah yang terjadi di sekolahku, saat aku memikirkannya lagi, akupun mulai khawatir dengan adik-adikku jika hal tersebut terus seperti itu. Tapi apakah kalian juga khawatir?. Kadang aku berpikir akan menyekolahkan adik-adikku disekolah yang berstandart Internasional bahkan di luar negri(Di Luar Indonesia). Setidaknya disana adik-adikku tidak akan banyak menemui hal-hal misterius seperti yang ku alami, karena aku tak ingin adik-adikku bernasib sama sepertiku(terlalu lama untuk sadar). Itu hanya impianku saja karena itu merupakan hal yang mustahil ketika aku mendapati kenyataanku dalam keadaan ekonomi yang pas-pasan seperti saat ini. Saat kalian sudah tau bagaimana misteri-misteri itu terjadi, harapanku untuk pendidikan indonesia, semoga tidak ada lagi guru yang menggurui hanya untuk sepeser uang yang akan ia dapatkan. Mengajarlah dengan tulus, dengan sistem yang benar, dengan objektif, jangan hanya berbicara sendiri di depan kelas, ajaklah murid-muridmu untuk berpikir, agar mereka sama pintarnya denganmu dan ilmu yang kalian berikan benar-benar bermanfaat untuk hidup mereka, untuk masa depan mereka, dan untuk Indonesia.

Rahasia yang saya janjikan
Saya akan sedikit membocorkan misteri yang terjadi pada cerita diatasi, tapi ini harus jadi rahasia antara penulis dan pembaca, karena dulu saya telah berjanji pada guru saya untuk menjaga rahasia ini. Tapi kini saya sadar hal tersebut adalah racun pendidikan. Ok.. pada saat menjelang ujian, saya menjadi agen di kelas dengan beberapa teman lainnya, tapi tidak semuanya. Di sekolahku tiap murid yang mau ikut UN tidak dilarang membawa HP. Saat ujian berlangsung sekitar 30-45 menit saya mendapatkan sms kunci jawaban. Saya tidak tau itu no. siapa dan dari mana, yang jelas itu rahasia guru. Tugas saya sebagai agen adalah untuk menyebarkan sms tersebut pada teman-teman yang lain. Setelah saya menyebarkan sms itu saya langsung menhapusnya. Begitulah yang terjadi sejak pertama sampai akhir UN. Hanya sedikit sekali soal yang saya jawab dengan pikiran sendiri, selebihnya mengikuti sms kunci jawaban tersebut. Al hasil, SMA saya lulus 100%. Tapi setelah kelulusan tersebut hanya sedikit yang di terima di perguruan tinggi selebihnya banyak yang menganggur dan banyak pula yang menikah. Itu terjadi mungkin karena pikiran mereka tidak benar-benar terasah saat sekolah sehingga kemampuan mereka sangat minim. Banyak dari teman-teman saya saat ini yang hanya menjadi buruh harian, pengangguran, mungkin juga ada yang jadi preman. Saya tidak tau pasti bagaimana kehidupan mereka sekarang. Lulusan tahun 2010 ada sekitar 10 orang yang mencoba mendaftar di PTS, tapi tidak ada yang lolos, kecuali saya. Itu membuat saya sedih. Selanjutnya ada beberapa teman yang daftar di PTS.
Saya yakin sekali bahwa hal semacam ini tidak hanya terjadi di sekolahku, bisa saja semua sekolah di Indonesia seperti ini. Semoga ini bisa jadi bahan renungan agar kita semua mulai memikirkan bagaimana mengatasi hal tersebut, yang selalu berujung menjadi masalah yang tak pernah terpecahkan, yaitu pengangguran. Sekali lagi,  ini adalah rahasia, tapi saya tidak takut untuk menceritakan, karena saya tau yang kulakukan adalah benar. Saya tidak ingin ada hal semacam itu lagi, demi teman-teman, demi adik-adikku, demi pendidikan, demi masa depan dan demi INDONESIA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar