Oleh : Hudi Majnun
Hari
itu, ketika malam sudah berada pada akhir perjalanan, aku harus terbangun
karena sebuah mimpi buruk. Mimpi itu terasa begitu nyata, hingga membuatku terbangun
dalam keadaan menangis. Kurasakan air mata membasahi pipi. Dalam mimpi itu aku
menghadiri acara pemakaman orang yang paling aku kasihi, ya dia kekasihku. Ia
meninggal, dan aku pembunuhnya, tapi tidak ada yang tahu bahwa aku yang telah
membunuhnya. Aku membawa karangan bunga dan kartu ucapan duka cita. Kartu
ucapan itu memang sedikit berbeda dengan orang kebanyakan, dan itu cukup
menarik perhatian orang. Ketika aku meletakkan karangan bunga itu, orang-orang
melihatku dengan aneh. Seperti mata yang memperhatikan sebuah kebodohan. Kartu
itu aku tuliskan, “Akulah yang paling berduka atas kepergianmu. Aku
menyesalinya dan semoga kamu masih mencintaiku”.
Atas
kejadian dalam mimpi itu, aku mengalami ketakutan yang berlebih. Aku takut
kehilangan orang yang aku kasihi. Oleh sebab itu, sesering mungkin aku mengajaknya
bertemu, untuk sekedar ngobrol, jalan
bareng, berlibur, ke toko buku, dan sebagainya. Setidaknya, aku dapat melupakan
ketakutanku itu, atau paling tidak, kalau ia memang benar akan pergi, aku masih
bisa menikmati kebersamaan diakhir hidupnya. Aku melakukan banyak cara agar
bisa melupakan mimpi itu, termasuk mengabadikan kisahku dengan kekasihku
melalui sebuah tulisan. Akan kususun menjadi sebuah kisah yang nantinya bisa
dibukukan. Aku selalu menulis kejadian yang menarik dan aneh dengan kekasihku,
termasuk kejadian aneh yang kadang aku alami sendiri.
Semakin
lama aku menulis, semakin aku lupa dengan mimpi buruk itu. Tapi kemudian,
kisahku dengan kekasihku sudah tak ada yang menarik lagi untuk ditulis. Kau
tau, saat itu aku pun berhenti menulis. Aku kehabisan inspirasi. Sudah cukup
banyak kejadian yang aku tulis saat bersama kekasihku. Ini salah satunya :
Suatu
malam, ketika sedang minum kopi di cafe, aku harus sedikit berdebat panas
dengan kekasihku. Ia tak setuju dengan pendapatku mengenai suatu kebaikan yang
harus dilakukan orang.
Aku
berkata “kita tidak boleh membalas orang yang jahat dengan jahat pula”
“Jadi,
aku harus diam walau ada orang yang menyakitiku?” sahut kekasihku dengan
mengertukan dahinya.
“Tidak
seperti itu. Kejahatan itu seperti api, tidak mungkin kita memadamkan api
dengan api kan. Pastinya harus dengan air”
“Lalu,
apa yang harus aku lakukan kepada orang yang pernah sangat sombong padaku dan ia
juga sangat meremehkanku?”.
“Kalau
itu hanya pernah, tapi tidak dia ulangi sekarang, sebaiknya kau menyambutnya
dengan baik”
“Tidak
semudah itu. Aku terlanjur sakit hati dengan sikapnya. Hanya ketika ada
butuhnya saja ia mendekatiku”
“Bagus
dong kalau dia ingin akrab denganmu. Berarti dia sudah berubah, tapi jangan kau
tanggapi niat baiknya dengan buruk. Ia bisa saja berubah lagi menjadi seperti
yang sebelumnya”
“Alahh,
ia seperti itu hanya karena butuh bantuanku” nadanya meninggi.
“Jangan
terlalu berpikir buruk. Apa salahnya berbuat baik kepada orang, sekalipun ia
tidak baik dengan kita”
“Sudahlah,
aku malas denganmu, kau tak pernah membelaku”
Perdebatan
itu berhenti. Kekasihku terlihat sangat marah, aku bisa membaca raut mukanya
yang cemberut. Aku pun diam, karena tak ingin ia tambah marah. Jadi kami saling
diam sampai kopi di gelas aku habiskan dan kita pulang kerumah masing-masing. Sampai
aku mengantarnya di depan rumahnya, ia tak bicara apapun, hanya ucapan
“Terimakasih telah mengantarku” katanya, itupun tanpa melihatku.
*
Keesokan
harinya kami masih tetap saling diam. Setelah tiga hari ia baru sembuh dari
penyakit diamnya, aku turut bahagia. Lima hari setelah perdebatan itu aku
mengalami hal aneh. Malam itu, tepatnya malam jum’at, aku mendapati tubuhku
basah kuyup dan berbau amis. Aku terbaring di tengah kerumunan orang, di antara
orang-orang itu aku melihat orang bersurban putih sedang komat-kamit dengan segelas air tangan kirinya dan seutas tasbih di
tangan kanannya. Kulihat tasbih itu digerak-gerakkan dengan jempol. Kemudian ia
meminum air itu dan menyemburkannya ke mukaku ”bhuuuhh...”. Karena bau air yang
kurang sedap, aku balas menyemburnya dengan air yang jatuh ke mulutku, sambil
berteriak “wooyy....”. Tiba-tiba orang-orang yang lain memegangiku dengan
kencang, kemudian orang bersurban itu memegang keningku, tangannya sangat
dingin. Aku diam saja, takut orang-orang itu memegangku dengan kencang lagi.
Setelah aku tenang, aku di dudukkan.
“ada
apa ini ?” kataku, kemudian orang bersurban itu menjawab.
“kau
sudah sadar nak?” sahut orang bersurban itu.
“memangnya
aku kenapa pak ?”
“barusan
kamu kesurupan”
“aku
tidak tahu itu. Kenapa bapak menyemburku barusan ?”
“itu
biar setannya keluar dari tubuhmu. Tadi setannya melawan, dia menyemburku juga.
Tapi untungnya dia keluar setelah aku membacakan mantra pamungkas”.
“tapi
aku ingat tadi, ketika bapak menyemburku”
Bapak
itu terdiam, beberapa saat kemudian ia baru menjawab lagi, “berarti setannya
tinggal sedikit tadi”.
“iya
mungkin”
Setelah
itu aku disuruh membersihkan diri. Mandi dan ganti baju. Setelah aku rapi dan
wangi, aku ke ruang tamu. Ternyata sudah sepi, hanya tinggal ibu dan ayahku.
“kemana
bapak yang pakai surban itu bu ?” tanyaku.
“dia
sudah pergi, kamu terlalu lama mandinya” jawab ibuku.
Aku
bertanya kepada orang tuaku tentang apa yang telah terjadi. Katanya, aku
mengalami kesurupan. Saat sedang duduk di depan komputer, tiba-tiba aku
mengerang-erang dan melompat-lompat. Sampai akhirnya aku terjatuh di kolam ikan
yang ada di depan rumah. Kemudian mereka mengangkatku ke ruang tamu dan
memanggilkan seorang ustad.
Aku
hanya ingat saat duduk di depan komputer. Waktu aku sedang menulis sebuah
cerita tentang kekasihku. Dan waktu itu, aku kehabisan kata untuk menulis. Aku
membayangkan kekasihku sedang marah, dan aku juga terbawa emosi membayangkannya.
Aku coba mengosongkan pikiran, agar tidak terbawa emosi. Tiba-tiba aku merasa
dingin dan mengantuk dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Sadar-sadar aku sudah
seperti itu. Mungkin benar aku kesurupan, atau mungkin hanya sekedar mengigau yang berlebihan, entahlah. Yang
jelas, saat itu aku sedang kehabisan inspirasi untuk menulis, tidak ada kisah
yang menarik lagi dengan kekasihku. Mungkin saja, karena pikiranku saat itu
kosong, hingga setan bisa masuk dengan sesuka hati. Seperti kata orang, orang
yang pikirannya kosong akan gampang kesurupan.
**
Untuk
meneruskan tulisan yang tak kunjung usai itu, aku melakukan sebuah skenario
dengan kekasihku, tanpa ia mengetahuinya. Hari itu, aku ingin menguji seberapa
besar rasa kasihnya untukku. Aku mengajaknya ke sebuah pantai yang ombaknya
cukup tenang, dan kami bisa menikmati pantai itu dari atas tebing yang tak
terlalu tinggi, hanya sekitar 1-2 meter saja. Aku mengajaknya naik. Beberapa
saat kemudian, aku berpura-pura mengambilkan sebuah bunga yang tumbuh di
pinggir tebing itu. Ya, saat mengambil bunga itulah aku pura-pura terpleset dan
jatuh ke laut. Aku berani melakukan itu, karena aku cukup pandai berenang. Selain
itu, rencana ini sudah aku persiapkan. Jadi Hp, dompet, dan benda penting
lainnya aku tinggalkan di atas tebing itu. Aku ingin tahu, apa yang kekasihku
lakukan melihatku terjatuh.
Aku
menjatuhkan diri dan pura-pura tidak bisa berenang. Aku melihat kekasihku
panik, tidak ada orang yang bisa ia mintai pertolongan. Ia melepaskan sandal
dan tasnya, kemudian ia nekat menceburkan diri. “byuuurrr”, ia tenggelam
beberapa detik di dalam air yang agak dangkal itu, kemudian ia muncul dengan
cara mengambang, tak bergerak sedikitpun. Aku panik. Segera aku menghampiri dan
menggendongnya kepermukaan. Kulihat ada darah mengalir dari sela-sela
rambutnya. Ia tak sadarkan diri, aku membawanya ke pos pengamanan pantai.
“harus segera dilarikan ke rumah sakit” kata petugas itu. Petugas itu menelepon mobil ambulan dan segera
mengamankan lokasi kejadian.
Beberapa
saat kemudian mobil ambulan berwarna putih datang. Aku menemami kekasihku
menuju rumah sakit terdekat. Kulihat wajahnya begitu pucat, aku menahan darah
yang keluar dari kepalanya dengan tanganku. Tangannya terasa sangat dingin, aku
menggenggamnya. Sesampainya di rumah sakit, ia langsung dibawa ke ruang UGD. Ia
tak sadarkan diri selama 2 hari, dan baru di hari ketiga ia dipastikan telah
meninggal dunia. Kata dokter ia mengalami gegar otak dan pendarahan. Jangan
tanya bagaimana perasaanku.
Setelah
ia dikubur, aku pergi ke makamnya dengan membawa karangan bunga. Saat itulah
aku kembali teringat pada mimpi buruk yang pernah aku alami. Oleh sebab itu, aku
membuat karangan bunga dan kartu ucapan sama persis dengan mimpi itu “Akulah yang paling berduka atas
kepergianmu. Aku menyesalinya dan semoga kamu masih mencintaiku”. Setelah
meletakkan bunga itu, aku tidak lagi pulang kerumahku, karena polisi sudah siap
membawaku sebagai saksi kejadian sekaligus tersangka.
Sampai
di kantor polisi, beberapa orang menanyaiku banyak hal, mulai dari yang penting
dan yang tidak penting. Menurutku.
“Kenapa
kamu pergi ke tempat itu?. Sudah jelas ada papan yang bertuliskan, bahwa tempat
itu dilarang” tanya polisi itu.
“Aku
ingin melakukan sesuatu yang indah bersama kekasihku pak. Karena aku pernah
bermimpi bahwa kekasihku akan pergi” jawabku.
“Apa
hubungannya dengan mimpimu?. Lalu bagaimana kalian bisa terjatuh ?, jawab
dengan jujur”
“Mimpi
itu tentang kekasihku pak, bapak tahu kan, bahwa mimpi itu adalah petanda. Aku
sengaja melompat pak. Aku ingin tau seberapa sayang kekasihku, dan apa yang
akan ia lakukan jika melihatku terjatuh”
“Lalu
apa yang dilakukan kekasihmu itu?”
Kurasa
polisi itu menggunakan rumus “5W+1H” saat menanyaiku. Aku melanjutkan “ia
melompat karena ingin menolongku pak. Aku senang melihatnya melompat, itu
tandanya ia sangat menyayangiku” aku menjawabnya sejujur mungkin, aku tidak
ingin bertambah dosa karena bohong.
“Teruskan.
Selanjutnya apa yang terjadi padanya?”
“Aku
tidak tahu pak. Waktu dia melompat, ia masuk ke dalam air selama beberapa
detik, kemudian muncul dalam keadaan tak sadarkan diri. Mungkin kepalanya
terbentur batu atau karang yang ada disana”
“Berarti
kamu sengaja melakukan itu?”
“Iya
pak”
“Terimakasih
atas kejujurannya”
“Sama-sama
pak” aku tersenyum pasrah.
Setelah
itu, aku langsung dimasukkan ke dalam jeruji besi. Dua orang memegangku dari kanan
dan kiri. Seolah aku adalahpenjahat paling berbahaya yang membutuhkan
pengamanan ketat.
Aku
dianggap bersalah dalam kejadian itu. Mungkin aku terlalu jujur, bahkan saat sidang
di pengadilan aku menjawab hal yang sama dengan jujur. Pengadilan memutuskan
bahwa aku divonis hukuman penjara selama sembilan tahun, dengan tuduhan kasus
pembunuhan terencana. Padahal kau tau kan, aku hanya ingin menguji kekasihku,
bukan untuk membunuhnya.
Aku
tidak dapat berbuat apa-apa lagi, kekasihku telah mati. Aku percaya, pasti ada
hikmah dibalik semua kejadian. Hikmah yang kurasakan, aku dapat meneruskan
menulis-meski dalam penjara-, dan tulisan tentang kekasihku itu akan aku buat
sedikit berbeda dengan kejadian aslinya. Aku akan membuat ending yang bahagia,
sampai kami menikah, punya rumah, keliling dunia, punya anak, masuk surga
bersama, dan sebagainya. Dengan begitu, kekasihku tidak akan pernah mati,
kekasihku akan terus hidup. Aku akan terus menulisnya hingga menjadi sebuah
buku dan aku akan selalu membacanya. Nantinya, Buku itu adalah kekasihku.
***
Oya,
ada hal yang aku lupakan. Kau bisa memanggilku dengan nama Soir, dan kekasihku
bernama Lala, tepatnya Almarhum Lala. Tokoh lain seperti orang tuaku, pak
ustad, petugas pantai, pak polisi, supir ambulan, dan juga setan yang pernah
merasukiku, tak perlu aku sebutkan namanya. Karena pada dasarnya kita adalah
sama, yang beda mungkin hanya setan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar